Rabu, 30 April 2014

PERBANDINGAN PULAU JAWA DAN LUAR PULAU JAWA

MUHAMMAD RIFANI
26213105
1EB24

PENDAHULUAN

Sebelum kita masuk ke materi ada baiknya kita mengenal negara tercinta kita dahulu, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan dan keindahan alam. kekayaan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan Negara, salah satunya melalui bidang pariwisata. Indonesia mempunyai lebih dari 17.508 pulau dan setiap pulau memiliki potensi yang berbeda-beda, khususnya dalam bidang pariwisata. Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang majemuk atau heterogen sehingga mempunyai beraneka ragam suku bangsa, budaya, agama, dan adat istiadat (tradisi) yang dicerminkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari, seperti dalam upacara adat, rumah adat, baju adat, nyanyian dan tarian daerah, alat musik, dan makanan khas. Ciri khas tersebut yang dapat dijadikan sebagai sumber dibidang pariwisata sehingga setiap daerah memiliki potensi sebagai destinasi.

·      PROVINSI DI PULAU JAWA

1.    JAKARTA

·      Tingkat Kemiskinan

Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta mencapai 354,19 ribu orang (3,55 persen), berkurang sebesar 9,01 ribu orang (0,14 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2012 yang sebesar 363,20 ribu orang (3,69 persen). Jika dibandingkan dengan bulan September 2012, penduduk miskin berkurang sebesar 12,6 ribu orang (0,15 persen).

Garis Kemiskinan (GK) bulan Maret tahun 2013 sebesar 407.437 per kapita per bulan, lebih tinggi dibanding GK bulan Maret tahun 2012 yang sebesar  379.052 per kapita per bulan. Garis Kemiskinan Maret 2013 juga lebih tinggi jika dibandingkan bulan September 2012 dengan Garis Kemiskinan sebesar 392.571.
                   
Jumlah dan persentase penduduk miskin menurun dari tahun 2003 ke 2004. Namun pada tahun 2005 sampai 2006 jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan. Kemudian mulai tahun 2007 sampai 2010 jumlah dan persentase penduduk miskin terus menurun. Tahun 2011 jumlah penduduk miskin naik, namun dari tahun 2012 dan 2013 kembali menurun. Perkembangan tingkat kemiskinan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2013.

·      Tingkat Pengangguran

Tingkat pengangguran terbuka menurut tingkat pendidikan selama periode Februari 2012 - Februari 2013 telah mengalami perubahan. Pada tingkat pendidikan SMA baik SMA Umum maupun SMA Kejuruan serta Diploma dan Universitas, tingkat pengangguran cenderung mengalami penurunan, sementara untuk tingkat pendidikan SLTP dan SD ke bawah mengalami kenaikan. Tingkat pengangguran terbuka pada tingkat pendidikan Diploma dan Universitas mengalami penurunan sebesar 4,79 poin, yaitu dari 9,97 persen pada Februari 2012 menjadi 5,18 persen pada Februari 2013. Pada tingkat pendidikan SMA Kejuruan tingkat penganggurannya mengalami penurunan sebesar 1,55 poin, yaitu dari 11,44 persen pada Februari 2012 menjadi 9,89 persen pada Februari 2013. Sementara itu pada tingkat pendidikan SMA Umum tingkat pengangguran mengalami penurunan sebesar 1,07 poin, yaitu dari 15,07 persen pada Februari 2012 menjadi 14,00 persen pada Februari 2013.

Tingkat pengangguran yang mengalami kenaikan tertinggi yaitu pada tingkat pendidikan SLTP, kenaikkannya mencapai 3,02 poin, yaitu dari 8,61 persen (Februari 2012) menjadi 11,63 persen (Februari 2013). Sedangkan untuk tingkat pendidikan SD ke bawah kenaikannya adalah 0,57 poin, yaitu dari 7,20 persen pada Februari 2012 menjadi 7,77 persen pada Februari 2013.

·      Tingkat Ketimpangan Di berbagai Bidang

secara persentase, angka kemiskinan di DKI Jakarta menunjukkan angka yang paling kecil,yaitu hanya sekitar 4,3 persen, Pada tahun 2006 penduduk di Jakarta rata-rata bersekolah selama 10,8 tahun (tertinggi). Dan polikklinik di jakarta sudah memadai banyak di setiap sudut kota jakarta berdiri, air bersih tidak sulit mencari air bersih di jakarta ini, karna air mencukupi di jakarta. Di jakarta tingkat ketimpangan nya kecil, dan itu bagus untuk kesejahteraan kota jakarta.
  
2.    JAWA BARAT

·      Tingkat Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat pada bulan September 2013 sebesar 4.382.648 orang (9,61persen). Dibandingkan dengan bulan Maret 2013 sebesar 4.297.038 orang (9,52 persen), jumlah penduduk miskin bulan September2013 mengalami kenaikan sebesar 85.610 orang (0,09 persen).

Dalam kurun waktu enam bulan terakhir persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan turun sebesar 0,17 persen sedangkan di daerah perkotaan naik 0,25 persen. Secara absolut selama periode Maret 2013 – September 2013, penduduk miskin di pedesaan berkurang 39.551 orang sementara di perkotaan naik sebanyak 125.161 orang.

Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan pada bulan September
2013 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 40,08% . Ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan Maret 2013 (41,79%).

Persentase penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada bulan September
2013 terhadap penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 59,92% . Ini mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Maret 2013 (58,20 %).

·      Tingkat Pengangguran

Selama kurun waktu satu tahun, tercatat penambahan jumlah penganggur sebanyak 41.663   orang . Pada Agustus 2012 penganggur di Jawa Barat 1.828.986 orang, sedangkan pada bulan Agustus 2013 tercatat penganggur sebanyak 1.870.649 orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 0,14 persen dari 9,08 persen pada Agustus 2012, menjadi 9,22 persen pada Agustus 2013.

Di sisi lain, jumlah penganggur pada bulan Agustus 2013 mengalami kenaikan 2,28 persen atau bertambah 41.663 orang jika dibandingkan keadaan Agustus 2012. Dengan demikian, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi Jawa Barat pada bulan Agustus 2013 juga meningkat sekitar 0,14 persen dibandingkan Agustus 2012, yaitu dari 9,08 persen menjadi 9,22 persen.

·      Tingkat Ketimpangan Di berbagai Bidang

Perbedaan potensi sumber daya berbeda antar satu wilayah dengan yang lain karena pengaruh kondisi lingkungan (topografi, geologi, hidrologi, klimantologi) dan ketersediaan infrastruktur penunjang kesejahteraan masyarakat.

Faktor infrastruktur, potensi SDA dan SDM merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi pertumbuhan wilayah. Dengan adanya SDA dan adanya SDM yang mampu untuk mengolah sumber daya memberikan nilai tambah yang besar tersendiri pada produk hasil wilayah. Tambahannya adalah dibutuhkan infrastruktur yang memadai untuk bisa mendapatkan SDM yang berkwalitas dan menunjang dalam pengolahan SDA nantinya. Infrastruktur yang dimaksud adalah infrastruktur dasar yaitu pendidikan dan kesehatan. Bila siklus ini sudah tercipta dengan baik dalam suatu wilayah maka investasi akan menuju pada wilayah ini dengan sendirinya . intinya, investasi ini akan mencari daerah yang memiliki sumber daya yang berdaya guna.

3.    JAWA TENGAH

·      Tingkat Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada September 2013 mencapai 4,705 juta orang (14,44 persen), berkurang 28,08 ribu orang (0,13 persen) jika dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang sebesar 4,733 juta orang (14,56 persen).

Selama periode Maret – September 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 40,48 ribu orang (dari 1.911,21 ribu orang pada Maret 2013 menjadi 1.870,73 ribu orang pada September 2013), sementara di daerah perdesaan bertambah 12,40 ribu orang (dari 2.821,74 ribu orang pada Maret 2013 menjadi 2.834,14 ribu orang pada September 2013).  

Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2013 sebesar 12,87 persen menurun menjadi 12,53 persen pada September 2013. Namun persentase penduduk miskin di daerah perdesaan meningkat yaitu dari 15,99 persen pada Maret 2013 menjadi 16,05 persen pada September 2013.
Pada periode tahun 2004 – 2005 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 6,843 juta orang pada tahun 2004 menjadi 6,534 juta orang pada Februari 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 23,06 persen pada tahun 2002 menjadi 20,49 persen pada Pebruari 2005.
Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 6,534 juta orang (20,49 persen) pada Februari 2005 menjadi 7,101 juta (22,19 persen) pada Maret 2006. Peningkatan penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari Februari 2005 ke Maret 2006
disebabkan karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada 1 September 2005, yang kemudian memacu kenaikan harga-harga barang kebutuhan lainnya.
Namun mulai tahun 2007 sampai tahun 2013 jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali mengalami kecenderungan menurun. 
·      Tingkat Pengangguran

Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Tengah pada Agustus 2013 menunjukkan adanya perubahan yang digambarkan dengan adanya penurunan kelompok penduduk yang bekerja, dan peningkatan tingkat pengangguran. Sementara jumlah penganggur pada Agustus 2013 mengalami peningkatan sebesar 61 ribu orang jika dibanding keadaan Agustus 2013, naik sebesar 81 ribu orang jika dibanding keadaan Februari 2013.

·      Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang

Derajat kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor faktor tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya. Karna sulitnya prasarana kesehatan untuk di pedesaan provinsi jawa tengah sehingga harus menempuh jarak cukup jauh ke kota untuk mendapat pelayanan kesehatan. Dan juga banyak infrastruktur di pelosok desa yang rusak sehingga sehingga sulit orang- orang desa untuk ke kota.
  
4.    BANTEN

·      Tingkat Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin di Banten pada Maret 2013 mencapai 656.243 orang (5,74 persen), meningkat 7.989 orang (8,00 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 648.254 orang (5,71 persen).  

Selama periode September 2012-Maret 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sekitar 30.343 orang (dari 333.453 orang pada September 2012 menjadi 363.796 orang pada Maret 2013), sementara di daerah perdesaan berkurang 22.354 orang (dari 314.801 orang pada September 2012 menjadi 292.447 orang pada Maret 2013).

Jumlah penduduk miskin di Banten pada bulan Maret 2013 mencapai 656.243 orang (5,74 persen), meningkat 7.989 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 648.254 orang (5,71 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode September 2012-Maret 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan bertambah sebesar 30.343 orang (30,4 persen) sementara penduduk miskin di daerah perdesaan berkurang sebesar 22.354 orang (22,4 persen).

Beberapa faktor terkait peningkatan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode September 2012-Maret 2013 di perkotaan:
a. Selama periode September 2012-Maret 2013 inflasi umum relatif tinggi, yaitu sebesar 3,80 persen.
b. Upah buruh konstruksi secara riil turun sebesar 2,61 persen dari Rp. 45.667,- menjadi Rp. 44.471. Upah riil pembantu rumah tangga turun dari Rp. 277.965,- menjadi Rp. 272.377,-
c. Perekonomian Banten Triwulan I 2013 melambat menjadi 5,76 persen, dibandingkan dengan keadaan Triwulan III 2012 yang mencapai 5,92 persen.

Beberapa faktor terkait dengan penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode September 2012-Maret 2013 di perdesaan :
a. Nilai tukar petani naik dari 108,81 pada bulan September 2012 menjadi 109,80 pada bulan Maret 2013
b. Upah riil buruh pertanian naik dari Rp 21.140,- menjadi Rp 22.340,-
c. Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian Triwulan I 2013 cukup tinggi yaitu 9,14 persen.

·      Tingkat Pengangguran

Pada periode Agustus 2012 - Agustus 2013, jumlah penganggur mengalami penurunan dari 519,2 ribu orang menjadi 509,3 ribu orang atau turun sekitar 9,9 ribu orang. Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) pada periode yang sama juga mengalami penurunan yaitu dari 10,13 persen menjadi 9,90 persen atau turun sekitar 0,23 poin. Sementara itu, selama periode satutahun terakhir (Agustus 2012 – Agustus 2013), terjadi penurunan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang relatifkecil sebesar 1,5 poin.

·      Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang

Salah satu realitas pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten yang diakibatkan oleh adanya perbedaan laju pembangunan adalah terciptanya kesenjangan/disparitas pembangunan antar daerah atau antar kabupaten/kota. Hal tersebut salah satunya didorong oleh persebaran sumber daya, baik SDM maupun SDA yang tidak merata, selain itu, keterbatasan tenaga kerja, barang modal dan teknologi sebagai pendukung kehidupan, khususnya jumlah orang bekerja, belanja modal pemerintah dan pendidikan berimplikasi munculnya wilayah yang tertinggal. Beberapa fakta kesenjangan tersebut tercermin dalam kesenjangan kinerja pembangunan perekonomian antara kabupaten/kota di Provinsi Banten.

5.    YOGYAKARTA

·      Tingkat Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode Maret 2009 - September 2013 mengalami fluktuasi, meskipun ada kecenderungan menurun. Pada periode Maret 2009 - Maret 2011 cenderung menurun dari tahun ke tahun, tetapi dari Maret 2011- Maret 2012 mengalami sedikit kenaikan dan turun kembali pada periode Maret 2012- September 2013. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2009 tercatat 585,78 ribu orang dan pada Maret 2011 turun menjadi 560,88 ribu, namun sampai dengan kondisi bulan Maret 2012 jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 565,32 ribu. Sementara pada periode Maret 2012- September 2013 mengalami penurunan. Perkembangan jumlah penduduk miskin seperti terlihat pada

·      Tingkat Pengangguran

Pengangguran Terbuka. Jumlah pengangguran terbuka di Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2013 (Feb.) mencapai 72.500 ribu jiwa atau menurun sebesar 35.029 ribu jiwa dari tahun 2008. Sementara untuk perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), TPT Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2013 (Feb.) sebesar 3,80 persen sama lebih rendah dibandingkan TPT nasional. Penyebaran TPT tahun 2012 terbesar di Kabupaten Sleman yaitu sebesar 5,42 persen dan TPT terrendah di Kabupaten Gunung Kidul (1,92 %).

·      Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang

Dalam soal kesenjangan ekonomi, yang juga menarik untuk disorot adalah DIY. Di balik pesonanya, DIY ternyata menyimpan persoalan pelik berupa kesenjangan ekonomi di masyarakat yang menghawatirkan. Selain kesenjangan ekonomi, persoalan kemiskinan juga tak kalah pelik. Ada lebih dari setengah juta penduduk miskin DIY.
Meski selama ini DIY terkenal sebagai provinsi yang aman dan tentram serta minim gesekan sosial, kesenjangan ekonomi antara Si Kaya dan Si Miskin yang semakin menganga ibarat bom waktu yang akan meledak dalam bentuk konflik sosial yang dipicu oleh rasa ketidakadilan dalam soal ekonomi dan kesejahteraan.

  
·      PROVINSI DI LUAR PULAU JAWA

6.    BALI

·      Tingkat Kemiskinan

Persentase penduduk miskin di Bali pada Maret 2013 sedikit berkurang jika dibandingkan dengan Maret 2012. Tingkat kemiskinan pada Maret 2013 mencapai 3,95 persen, turun 0,23 persen dibandingkan kondisi Maret 2012 yang mencapai 4,18 persen.

Dibandingkan dengan jumlah penduduk secara keseluruhan, tingkat kemiskinan di Bali selama enam tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada Maret 2013, tingkat kemiskinan di Bali mencapai 3,95 persen, turun sebesar 0,23 persen dibandingkan dengan tingkat kemiskinan Maret 2012 (Lihat Grafik 1). Tingkat kemiskinan di daerah perkotaan terus mengalami penurunan hingga Maret 2012, dan cenderung meningkat pada Maret 2013. Tingkat kemiskinan di daerah perdesaan terus mengalami penurunan hingga Maret 2011, dan cenderung meningkat pada Maret 2012 tetapi mengalami penurunan kembali pada Maret 2013.

·      Tingkat Pengangguran

Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2013 menunjukkan keadaan ketenagakerjaan di Bali tergolong cukup baik. Hal ini terlihat dari tingginya jumlah penduduk yang bekerja serta penurunan tingkat pengangguran.

Seiring dengan peningkatan jumlah orang yang bekerja dari tahun 2012 baik pada Februari 2012 maupun Agustus 2012 ke bulan Februari 2013, jumlah orang yang menganggur mengalami penurunan. Pada Februari tahun 2013, jumlah pegangguran di Bali sebanyak 45,38 ribu orang. Jumlah tersebut menurun dari keadaan Agustus tahun 2012 sebanyak 47,33 ribu orang dan keadaan Februari tahun 2012 sebanyak 48,59 ribu orang. Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Bali pada Februari 2013 (1,89 persen) mengalami penurunan dibanding Februari 2012 (2,11 persen) dan Agustus tahun 2012 (2,04 persen).

·      Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang

Sebagai provinsi yang berbentuk pulau, Bali menyimpan banyak sekali suber daya di dalamnya oleh karna itu banyak nya sumber daya alam maka berpengaruh kedalam pendapatan domestik regional bruto dan bali juga merupakan provinsi yang memiliki angka kemiskinan terkecil kedua setelah jakarta.

Penyebabnya tidak lain karena potensi masing – masing wilayah berbeda akibat perbedaan kemampuan daerah dalam mengakselerasi pembangunan daerahnya. Daerah yang secara kreatif mengelola potensi pembangunan dengan baik dan relatif dapat berkembang lebih cepat dibandingkan dengan daerah lain, bali saat ini punya satu masalah mikro ekonomi yaitu ketimpangan distribusi pendapatan yang cenderung makin timpang di era otonomi daerah.

7.    SULAWESI TENGAH

·      Tingkat Kemiskinan

Perkembangan selama lima tahun terakhir yaitu periode 2009–2013, jumlah dan persentase penduduk miskin di Sulawesi Tengah terus mengalami penurunan secara significant. Masing-masing tahun 2009 sebanyak 489,84 ribu jiwa (18,98 persen), tahun 2010 sebanyak 474,99 ribu jiwa (18,07 persen), tahun 2011 (bulan Maret) sebanyak 423,63 ribu jiwa (15,83 persen), tahun 2011 (bulan September) sebanyak 432,07 ribu jiwa (16,04 persen), tahun 2012 (bulan Maret) sebanyak 418,64 ribu jiwa (15,40 persen), tahun 2012 (bulan September) sebanyak 409,60 ribu jiwa (14,94 persen), dan untuk tahun 2013 (bulan Maret) sebanyak 405,42 ribu jiwa (14,67 persen) sedangkan untuk tahun 2013 (bulan September) sebanyak 400,09 ribu jiwa (14,32 persen).

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Periode September Maret 2013 September 2013, Akselerasi Garis Kemiskinan naik sebesar 10,00 persen, yaitu dari Rp.273.624,- keadaan Maret 2013 menjadi Rp.301.000,- keadaan September 2013. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2013, sumbangan GKM terhadap GK sebesar 76,98 persen, naik menjadi 77,14 persen pada September 2013 (tabel 2).

·      Tingkat Pengangguran

Jumlah penganggur pada Februari 2013 mencapai 35.078 orang atau berkurang sebesar 12.543 orang jika dibanding keadaan Agustus 2012 sebanyak 47.621 orang, dan jika dibandingkan keadaan Februari 2012 dengan jumlah penganggur sebanyak 50.465 orang, terjadi penurunan 15.387 orang. Peningkatan jumlah penduduk yang bekerja serta penurunan angka pengangguran telah menurunkan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 1,28 persen poin selama periode enam bulan terakhir serta sebesar 1,08 persen poin selama setahun terakhir.

·      Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang

Ketimpangan pendappatan di sulawesi utara tercatat lebih tinggi daripada nasional. Rasio ketimpangan pendapatan (rasio gini) sulut tercatat sebesar 0,42 pesen, sedangkan rasio gini nasional tercatat 0,41 persen.

Masalah ketimpangan tersebut harus segara diatasi agar dapat mendorong kontribusi sulut terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi sulut terhadap ekonomi nasional saat ini sudah besar, dan pertumbuhan ekonomi sulut selalu lebih tinggi daripada ekonomi nasional.

Di saat ekonomi nasional tumbuh 6,5 persen, ekonomi sulut tumbuh diatas 7 persen pertumbuhan ekonomi utamanya didorong oleh sektor jasa dan parawisata.

8.    NUSA TENGGARA BARAT

·      Tingkat Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat pada bulan September 2013 sebesar 802,45 ribu orang (17,25 persen) berkurang 28,39 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang berjumlah 830,84 ribu orang (17,97 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode Maret – September 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang cukup signifikan dibandingkan daerah perdesaan. Untuk daerah perkotaan turun 27,32 ribu orang (1,59 persen) dan perdesaan hanya turun 1,07 ribu orang (0,09 persen).

·      Tingkat Pengangguran

Secara absolut, penganggur pada Agustus 2013 yang berjumlah 112.708 orang berkurang sekitar 7.296 orang jika dibanding keadaan Februari 2013, atau bertambah sebesar 2.760 orang jika dibanding keadaan Agustus 2012. Namun secara persentase, tingkat pengangguran pada bulan Agustus 2013 mengalami sedikit kenaikan, yaitu sekitar 0,01 persen jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2013. Dibandingkan dengan keadaan Agustus 2012, tingkat pengangguran mengalami peningkatan sebesar 0,12 persen.

·      Tingkat Ketimpangan Di berbagai bidang

Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh sekitar 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).

9.    SULAWESI SELATAN

·      Tingkat Kemiskinan

Berdasarkan data yang diterima dari biro bina kesejahteraan pemprov sulsel, angka kemiskinan di sulsel menurun 963.570 ribu jiwa pada tahun 2009 menjadi 793.800 ribu jiwa pada tahun 2013.

Angka itu menurun sebanyak 12,3 persen, menjadi 9,2 persen dari 9 juta lebih penduduk sulsel.

Sedangkan perhitungan tahun 2008 data BPS menunjukkan angka sebesar 1.031 .700 orang atau sebesar 13,34 persen. Dengan menggunakan data PBS pula ditemukan angka kemiskinan pada tahun 2012 berjumlah 825.800 ribu jiwa atau sekitar 10,11 persen.

·      Tingkat  Pengangguran

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di sulawesi selatan turun menjadi 5,1 persen pada agustus 2013 dari 5,9 persen pada tahun lalu. Jumlah orang menganggur sebanyak 176.912 ribu jiwa.

Meski pengangguran turun, tingkat partisipasi angkatan kerja di sulsel menyusut dari 68,2 pesen pada agustus tahun lalu menjadi 60,5 persen per agustus 2013.

·      Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang

Ketimpangan pendapatan di sulawesi selatan tercatat lebih tinggi daripada nasional. Rasio ketimpangan pendapatan (rasio gini) daerah sulsel tercatat Sebesar 0,43 persen, sedangkan rasio gini nasional tercatat 0,41 persen.

Selama ini sulsel sudah memberi kontribusi sangat baik terhadap perekonomian nasional. Dimana, tingkat pertumbuhan juga lebih tinggi dari nasional. Rasio gini tetap menjadi warning, agar pertumbuhan tersebut mampu dinikmati semua kalangan.

Pertumbuhan ekonomi sulsel yang tinggi tidak menjamin kesejahteraan masyarakat. hal ini terlihat dari angka pertambahan orang miskin di sulsel yang meningkat secara signifikan.

10.     KALIMANTAN TIMUR

·      Tingkat Kemiskinan

Kemiskinan di kaltim dalam kurun waktu maret hingga september 2013 mengalami peningkatan. Badan pusat statistik(BPS) mencatat pada september bulan lalu jumlah penduduk miskin di kaltim pada bulan september 2013 sebesar 255,91 ribu. Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan maret 2013 yang berjumlah 237,96 ribu orang , berarti jumlah penduduk miskin bertambah 17,95 ribu orang

·      Tingkat Pengangguran

Jumlah penganggur pada februari 2013 mengalami kenaikan yaitu sebanyak 9.349 orang jika dibanding keadaan agustus 2012, dan mengalami penurunan sebanyak 2.526 orang jika dibanding keadaan februari 2012.

·      Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang

Upaya pembangunan daerah di Propinsi Kalimantan Timur dihadapkan kepada berbagai  kendala yang erat kaitannya dengan kondisi geografis dengan karakteristik wilayah yang kurang menguntungkan, antara lain meskipun wilayahnya sangat luas, namun ada keterbatasan  sumber daya lahan bagi kegiatan produktif khususnya pertanian karena sebagian lahan merupakan rawa bergambut tebal dan berpasir.


Propinsi ini mempunyai jumlah penduduk yang relatif sedikit dibandingkan dengan luas wilayah secara keseluruhan terutama terhadap potensi pengembangan sumber daya alam yang cukup besar. Jumlah penduduk yang relatif sedikit dengan penyebaran yang sangat tidak merata dan terpencar dalam kelompok-kelompok penduduk yang kecil terutama di daerah pedalaman dan perbatasan serta wilayah terisolasi, menyulitkan pembinaan, baik dalam penyelenggaraan pemerintah maupun dalam pembangunan. Hal tersebut merupakan kendala untuk menyebarkan kegiatan ekonomi produktif maupun dalam melayani kebutuhan dasar masyarakat secara merata dan efisien.

Kendala lain yang dihadapi dalam pembangunan di Kalimantan Timur adalah terbatasnya kemampuan daerah untuk menanggulangi bencana kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap tahun terutama dalam musim kemarau.


·      Analisis antar Pulau Jawa

Jakarta , dari segi kemiskinan jakarta cukup banyak sebagai  wilayah ibukota sehingga perlu di tanggulangi lagi agar rakyat miskin bisa berkurang di kota jakarta, dan untuk pengangguran di jakartasedikit tidak ada kendala tapi perlu juga diperhatikan agar tidak ada penganggur di kota jakarta. Dan untuk Jawa Barat faktor kemiskinan nya amat tinggi per kapita perlunya penyuluhan untuk orang miskin di jawa barat, dan juga dalam bentuk fasilitas diras kurang yang utama klinik di desa – desa jarang dijumpai sehingga harus menempuh jarak ke kota untuk mendapat pengobatan penganggur di jawa barat cukup banyak bila dibandingka dengan wilayah jakarta karna kurangnya keterampilan sehingga banyak penganggur di jawa barat, perlunya di berika keterampilan agar pada saat lulus dari sekolah/universitas nanti mendapat pekerjaan sesui keahliannya , Jawa Tengah penduduk miskin juga merajarela di kota dan desa amat banyak penduduk miskin sehingga susah untuk mengatur perekonomian provinsi. Yogyakarta dan Banten, untuk yogya angka kemiskinan cukup sedikit dibanding Banten karna banten belum lama ini menjadi provinsi jadi agak sulit untuk mengatasi kemiskinan, lebih banyak penduduk yogyakarta yang menganggur dibanding banten, karna kwantitas penduduk lebih banyak yogya sehingga tiap tahun agak meningkat dibanding banten yang penduduknya sedikit, karna juga faktor lapangangan pekerjaan di banten banyak ketimbang di yogya.

·      Analisa antar luar Pulau Jawa

Bali dan Sulawesi Tengah, tinkat kemiskinan dibali dan penganguran cukup baik selalu ada penurunan di tiap tahun nya, sedang di sulawesi tengah juga cukup baik kemiskinan sedikit berkurang dan pengangguran juga semakin menurun di sulawesi tengah, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi selatan, cukup banyak tingkat kemiskinan dan pengangguran di NTB dan juga ketimpangan di bidang perekonomian bahan pangan juga sulit dicari di NTB dan juga infastruktur di pelosok desa yang masih kurang penanganan, sedang di sulteng angka kemiskinan tinggi juga dan juga angka pengangguran nya masih teramat tinggi. Kalimantan Timur, kemiskinan dan juga pengangguran tidak terlalu tinggi di banding NTB,sulteng dan sulsel.

·      Analisa antar Pulau Jawa Dan luar Pulau Jawa

Pulau jawa cenderung faktor kemiskinannya lebih tinggi dari luar pulau jawa dikarnakan di pulau jawa di kota - kota besar di jakrta, yogya, jawa barat cenderung biaya hidupnya besar sehingga banyak, penduduk miskin, karna persoalan kemiskinan ini sangat pelik, berbeda dengan luar pula jawa angka kemiskinan malah lebih kecil dibanding luar pulau jawa mungkin pengaruh biaya hidup masih belum terlalu besar. Dan pengangguran lebih banyak di luar pulau jawa dibanding di pulau jawa dikarnakan belum adanya keahlian di bidangnya, perlu adanya pelatihan kerja. Dalam hal ketimpangan luar pulau jawa harus terus adanya pengembangan infrastruktuk karna sulitnya jarak yang di tempuh dari  desa ke kota di karnakan masih banyak jalan yang belum di buat di pelosok – pelosok desa sehingga sulit untuk mengakses ke desa dengan kendaraan melainkan hanya bisa diakses dengan  jalan kaki. Dan juga akses kesehatan sulit di luar pulau jawa dan juga masih ada kesulitan akses kesehatan di pulau jawa, jarang nya ada klinik di desa  – desa pulau   jawa maupun luar pulau jawa perlu ditingkatkan pembangunan klinik di desa desa. Masalah nya selalu saja desa pelosok menderita akan apa yang dialami karna kesulita akses infrastruktur maupun kemiskinan, karna desa kita yang mulai tidak dianggap mungkin untuk yang keberapa kali desa desa di pelosok harus menderita, Sebagai contoh Di provinsi Kalimantan Utara, yang sebagian besar nelayan di tarakan desanya dekat sekali dengan perbatasan malaysia, dan indonesia membiarkan dan tidak membuat infrastruktur yang layak yang ada di desa tarakan, dan jika nelayan menjual menjual hasil tangkapannya ke kota tarakan butuh waktu 2 hari untuk sampaih ke kota, sehingga nelayan tersebut memilih untuk menjual di negara tetangga, mungkin mata uang di desa perbatasan bukan rupiah lagi malah berganti menjadi ringgit, betapa cerobohnya pemerintah indonesia membiarkan hal itu terjadi. jadi perlunya pembangunan kembali desa - desa yang ada di indonesia.

                                                       Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. Provinsi Banten dalam Angka 2000 – 2008. BPS Provinsi Banten, Serang.
http://www.bappenas.go.id/files/1813/6514/6211/bab-47-bag-18-94-95-cek__20090130075238__3.doc