MUHAMMAD RIFANI
26213105
1EB24
PENDAHULUAN
Sebelum
kita masuk ke materi ada baiknya kita mengenal negara tercinta kita dahulu, Indonesia
merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan dan keindahan alam. kekayaan
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan Negara, salah satunya
melalui bidang pariwisata. Indonesia mempunyai lebih dari 17.508 pulau dan
setiap pulau memiliki potensi yang berbeda-beda, khususnya dalam bidang
pariwisata. Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang majemuk atau
heterogen sehingga mempunyai beraneka ragam suku bangsa, budaya, agama, dan
adat istiadat (tradisi) yang dicerminkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia
sehari-hari, seperti dalam upacara adat, rumah adat, baju adat, nyanyian dan tarian
daerah, alat musik, dan makanan khas. Ciri khas tersebut yang dapat dijadikan
sebagai sumber dibidang pariwisata sehingga setiap daerah memiliki potensi
sebagai destinasi.
·
PROVINSI
DI PULAU JAWA
1.
JAKARTA
·
Tingkat
Kemiskinan
Pada bulan Maret 2013, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di DKI Jakarta
mencapai 354,19 ribu orang (3,55 persen), berkurang sebesar 9,01 ribu orang
(0,14 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2012 yang
sebesar 363,20 ribu orang (3,69 persen). Jika dibandingkan dengan bulan
September 2012, penduduk miskin berkurang sebesar 12,6 ribu orang (0,15
persen).
Garis Kemiskinan (GK) bulan Maret tahun 2013 sebesar 407.437
per kapita per bulan, lebih tinggi dibanding GK bulan Maret tahun 2012 yang
sebesar 379.052 per kapita per bulan.
Garis Kemiskinan Maret 2013 juga lebih tinggi jika dibandingkan bulan September
2012 dengan Garis Kemiskinan sebesar 392.571.
Jumlah dan persentase penduduk miskin menurun dari tahun 2003
ke 2004. Namun pada tahun 2005 sampai 2006 jumlah penduduk miskin mengalami
kenaikan. Kemudian mulai tahun 2007 sampai 2010 jumlah dan persentase penduduk
miskin terus menurun. Tahun 2011 jumlah penduduk miskin naik, namun dari tahun
2012 dan 2013 kembali menurun. Perkembangan tingkat kemiskinan dari tahun 2003
sampai dengan tahun 2013.
·
Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran terbuka menurut tingkat pendidikan selama
periode Februari 2012 - Februari 2013 telah mengalami perubahan. Pada tingkat
pendidikan SMA baik SMA Umum maupun SMA Kejuruan serta Diploma dan Universitas,
tingkat pengangguran cenderung mengalami penurunan, sementara untuk tingkat
pendidikan SLTP dan SD ke bawah mengalami kenaikan. Tingkat pengangguran
terbuka pada tingkat pendidikan Diploma dan Universitas mengalami penurunan
sebesar 4,79 poin, yaitu dari 9,97 persen pada Februari 2012 menjadi 5,18
persen pada Februari 2013. Pada tingkat pendidikan SMA Kejuruan tingkat
penganggurannya mengalami penurunan sebesar 1,55 poin, yaitu dari 11,44 persen
pada Februari 2012 menjadi 9,89 persen pada Februari 2013. Sementara itu pada
tingkat pendidikan SMA Umum tingkat pengangguran mengalami penurunan sebesar
1,07 poin, yaitu dari 15,07 persen pada Februari 2012 menjadi 14,00 persen pada
Februari 2013.
Tingkat pengangguran yang
mengalami kenaikan tertinggi yaitu pada tingkat pendidikan SLTP, kenaikkannya
mencapai 3,02 poin, yaitu dari 8,61 persen (Februari 2012) menjadi 11,63 persen
(Februari 2013). Sedangkan untuk tingkat pendidikan SD ke bawah kenaikannya
adalah 0,57 poin, yaitu dari 7,20 persen pada Februari 2012 menjadi 7,77 persen
pada Februari 2013.
· Tingkat Ketimpangan Di berbagai
Bidang
secara
persentase, angka kemiskinan di DKI Jakarta menunjukkan angka yang paling
kecil,yaitu hanya sekitar 4,3 persen, Pada tahun 2006
penduduk di Jakarta rata-rata bersekolah selama 10,8 tahun (tertinggi). Dan
polikklinik di jakarta sudah memadai banyak di setiap sudut kota jakarta
berdiri, air bersih tidak sulit mencari air bersih di jakarta ini, karna air
mencukupi di jakarta. Di jakarta tingkat ketimpangan nya kecil, dan itu bagus
untuk kesejahteraan kota jakarta.
2.
JAWA BARAT
· Tingkat
Kemiskinan
Jumlah
penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Jawa Barat
pada bulan September 2013 sebesar 4.382.648 orang (9,61persen). Dibandingkan
dengan bulan Maret 2013 sebesar 4.297.038 orang (9,52 persen), jumlah penduduk
miskin bulan September2013 mengalami kenaikan sebesar 85.610 orang (0,09
persen).
Dalam
kurun waktu enam bulan terakhir persentase penduduk miskin yang tinggal di
daerah pedesaan turun sebesar 0,17 persen sedangkan di daerah perkotaan naik
0,25 persen. Secara absolut selama periode Maret 2013 – September 2013,
penduduk miskin di pedesaan berkurang 39.551 orang sementara di perkotaan naik
sebanyak 125.161 orang.
Persentase
penduduk miskin yang tinggal di daerah pedesaan pada bulan September
2013 terhadap
penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 40,08% . Ini mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan Maret 2013 (41,79%).
Persentase
penduduk miskin yang tinggal di daerah perkotaan pada bulan September
2013 terhadap
penduduk miskin Jawa Barat adalah sebesar 59,92% . Ini mengalami kenaikan jika dibandingkan
dengan Maret 2013 (58,20 %).
·
Tingkat Pengangguran
Selama
kurun waktu satu tahun, tercatat penambahan jumlah penganggur sebanyak 41.663 orang . Pada Agustus 2012 penganggur di Jawa
Barat 1.828.986 orang, sedangkan pada bulan Agustus 2013 tercatat penganggur
sebanyak 1.870.649 orang. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jawa Barat
mengalami peningkatan sebesar 0,14 persen dari 9,08 persen pada Agustus 2012,
menjadi 9,22 persen pada Agustus 2013.
Di sisi lain, jumlah penganggur pada bulan Agustus 2013 mengalami
kenaikan 2,28 persen atau bertambah 41.663 orang jika dibandingkan keadaan
Agustus 2012. Dengan demikian, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi
Jawa Barat pada bulan Agustus 2013 juga meningkat sekitar 0,14 persen
dibandingkan Agustus 2012, yaitu dari 9,08 persen menjadi 9,22 persen.
·
Tingkat
Ketimpangan Di berbagai Bidang
Perbedaan
potensi sumber daya berbeda antar satu wilayah dengan yang lain karena pengaruh
kondisi lingkungan (topografi, geologi, hidrologi, klimantologi) dan
ketersediaan infrastruktur penunjang kesejahteraan masyarakat.
Faktor
infrastruktur, potensi SDA dan SDM merupakan hal yang penting dalam
mempengaruhi pertumbuhan wilayah. Dengan adanya SDA dan adanya SDM yang mampu untuk
mengolah sumber daya memberikan nilai tambah yang besar tersendiri pada produk
hasil wilayah. Tambahannya adalah dibutuhkan infrastruktur yang memadai untuk
bisa mendapatkan SDM yang berkwalitas dan menunjang dalam pengolahan SDA
nantinya. Infrastruktur yang dimaksud adalah infrastruktur dasar yaitu
pendidikan dan kesehatan. Bila siklus ini sudah tercipta dengan baik dalam
suatu wilayah maka investasi akan menuju pada wilayah ini dengan sendirinya .
intinya, investasi ini akan mencari daerah yang memiliki sumber daya yang
berdaya guna.
3.
JAWA
TENGAH
·
Tingkat
Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis
Kemiskinan) di Provinsi Jawa Tengah pada September 2013 mencapai 4,705 juta
orang (14,44 persen), berkurang 28,08 ribu orang (0,13 persen) jika
dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang sebesar 4,733 juta
orang (14,56 persen).
Selama periode Maret – September 2013, penduduk miskin di daerah
perkotaan berkurang sekitar 40,48 ribu orang (dari 1.911,21 ribu orang pada
Maret 2013 menjadi 1.870,73 ribu orang pada September 2013), sementara di
daerah perdesaan bertambah 12,40 ribu orang (dari 2.821,74 ribu orang pada
Maret 2013 menjadi 2.834,14 ribu orang pada September 2013).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2013
sebesar 12,87 persen menurun menjadi 12,53 persen pada September 2013. Namun
persentase penduduk miskin di daerah perdesaan meningkat yaitu dari 15,99
persen pada Maret 2013 menjadi 16,05 persen pada September 2013.
Pada
periode tahun 2004 – 2005 jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dari 6,843
juta orang pada tahun 2004 menjadi 6,534 juta orang pada Februari 2005. Secara
relatif juga terjadi penurunan persentase penduduk miskin dari 23,06 persen
pada tahun 2002 menjadi 20,49 persen pada Pebruari 2005.
Pada tahun 2006,
terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 6,534 juta orang (20,49
persen) pada Februari 2005 menjadi 7,101 juta (22,19 persen) pada Maret 2006.
Peningkatan penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari Februari 2005 ke Maret
2006
disebabkan karena
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada 1 September 2005, yang kemudian memacu
kenaikan harga-harga barang kebutuhan lainnya.
Namun mulai tahun
2007 sampai tahun 2013 jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali
mengalami kecenderungan menurun.
· Tingkat Pengangguran
Keadaan ketenagakerjaan di Jawa Tengah pada Agustus 2013
menunjukkan adanya perubahan yang digambarkan dengan adanya penurunan kelompok
penduduk yang bekerja, dan peningkatan tingkat pengangguran. Sementara jumlah
penganggur pada Agustus 2013 mengalami peningkatan sebesar 61 ribu orang jika
dibanding keadaan Agustus 2013, naik sebesar 81 ribu orang jika dibanding
keadaan Februari 2013.
· Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang
Derajat
kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor faktor tersebut
tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan
ketersediaan sarana dan prasarana kesehatan, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi,
pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya. Karna sulitnya
prasarana kesehatan untuk di pedesaan provinsi jawa tengah sehingga harus
menempuh jarak cukup jauh ke kota untuk mendapat pelayanan kesehatan. Dan juga
banyak infrastruktur di pelosok desa yang rusak sehingga sehingga sulit orang-
orang desa untuk ke kota.
4.
BANTEN
· Tingkat Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin di Banten pada Maret 2013
mencapai 656.243 orang (5,74 persen), meningkat 7.989 orang (8,00 persen)
dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012 yang sebesar 648.254
orang (5,71 persen).
Selama periode September 2012-Maret 2013, penduduk miskin di
daerah perkotaan bertambah sekitar 30.343 orang (dari 333.453 orang pada
September 2012 menjadi 363.796 orang pada Maret 2013), sementara di daerah
perdesaan berkurang 22.354 orang (dari 314.801 orang pada September 2012
menjadi 292.447 orang pada Maret 2013).
Jumlah
penduduk miskin di Banten pada bulan Maret 2013 mencapai 656.243 orang (5,74 persen),
meningkat 7.989 orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2012
yang sebesar 648.254 orang (5,71 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal,
selama periode September 2012-Maret 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan
bertambah sebesar 30.343 orang (30,4 persen) sementara penduduk miskin di
daerah perdesaan berkurang sebesar 22.354 orang (22,4 persen).
Beberapa faktor terkait peningkatan jumlah dan persentase penduduk
miskin selama periode September 2012-Maret 2013 di perkotaan:
a.
Selama periode September 2012-Maret 2013 inflasi umum relatif tinggi, yaitu
sebesar 3,80 persen.
b.
Upah buruh konstruksi secara riil turun sebesar 2,61 persen dari Rp. 45.667,-
menjadi Rp. 44.471. Upah riil pembantu rumah tangga turun dari Rp. 277.965,-
menjadi Rp. 272.377,-
c. Perekonomian Banten Triwulan I 2013 melambat menjadi 5,76
persen, dibandingkan dengan keadaan Triwulan III 2012 yang mencapai 5,92
persen.
Beberapa faktor terkait dengan penurunan jumlah dan persentase
penduduk miskin selama periode September 2012-Maret 2013 di perdesaan :
a.
Nilai tukar petani naik dari 108,81 pada bulan September 2012 menjadi 109,80
pada bulan Maret 2013
b.
Upah riil buruh pertanian naik dari Rp 21.140,- menjadi Rp 22.340,-
c. Pertumbuhan ekonomi sektor pertanian Triwulan I 2013 cukup
tinggi yaitu 9,14 persen.
· Tingkat Pengangguran
Pada
periode Agustus 2012 - Agustus 2013, jumlah penganggur mengalami penurunan dari
519,2 ribu orang menjadi 509,3 ribu orang atau turun sekitar 9,9 ribu orang.
Tingkat Pengangguran terbuka (TPT) pada periode yang sama juga mengalami
penurunan yaitu dari 10,13 persen menjadi 9,90 persen atau turun sekitar 0,23
poin. Sementara itu, selama periode satutahun terakhir (Agustus 2012 – Agustus
2013), terjadi penurunan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang relatifkecil
sebesar 1,5 poin.
· Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang
Salah satu
realitas pertumbuhan ekonomi di Provinsi Banten yang diakibatkan oleh adanya
perbedaan laju pembangunan adalah terciptanya kesenjangan/disparitas
pembangunan antar daerah atau antar kabupaten/kota. Hal tersebut salah satunya
didorong oleh persebaran sumber daya, baik SDM maupun SDA yang tidak merata,
selain itu, keterbatasan tenaga kerja, barang modal dan teknologi sebagai
pendukung kehidupan, khususnya jumlah orang bekerja, belanja modal pemerintah
dan pendidikan berimplikasi munculnya wilayah yang tertinggal. Beberapa fakta
kesenjangan tersebut tercermin dalam kesenjangan kinerja pembangunan
perekonomian antara kabupaten/kota di Provinsi Banten.
5.
YOGYAKARTA
· Tingkat
Kemiskinan
Jumlah
penduduk miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta pada periode Maret 2009 -
September 2013 mengalami fluktuasi, meskipun ada kecenderungan menurun. Pada
periode Maret 2009 - Maret 2011 cenderung menurun dari tahun ke tahun, tetapi
dari Maret 2011- Maret 2012 mengalami sedikit kenaikan dan turun kembali pada
periode Maret 2012- September 2013. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2009
tercatat 585,78 ribu orang dan pada Maret 2011 turun menjadi 560,88 ribu, namun
sampai dengan kondisi bulan Maret 2012 jumlah penduduk miskin meningkat menjadi
565,32 ribu. Sementara pada periode Maret 2012- September 2013 mengalami
penurunan. Perkembangan jumlah penduduk miskin seperti terlihat pada
· Tingkat Pengangguran
Pengangguran
Terbuka. Jumlah pengangguran terbuka di Provinsi D.I. Yogyakarta pada
tahun 2013 (Feb.) mencapai 72.500 ribu jiwa atau menurun sebesar 35.029 ribu
jiwa dari tahun 2008. Sementara untuk perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT), TPT Provinsi D.I. Yogyakarta tahun 2013 (Feb.) sebesar 3,80 persen sama
lebih rendah dibandingkan TPT nasional. Penyebaran TPT tahun 2012 terbesar di Kabupaten
Sleman yaitu sebesar 5,42 persen dan TPT terrendah di Kabupaten Gunung Kidul
(1,92 %).
· Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang
Dalam
soal kesenjangan ekonomi, yang juga menarik untuk disorot adalah DIY. Di balik
pesonanya, DIY ternyata menyimpan persoalan pelik berupa kesenjangan ekonomi di
masyarakat yang menghawatirkan. Selain kesenjangan ekonomi, persoalan kemiskinan
juga tak kalah pelik. Ada lebih dari setengah juta penduduk miskin DIY.
Meski
selama ini DIY terkenal sebagai provinsi yang aman dan tentram serta minim
gesekan sosial, kesenjangan ekonomi antara Si Kaya dan Si Miskin yang semakin
menganga ibarat bom waktu yang akan meledak dalam bentuk konflik sosial yang
dipicu oleh rasa ketidakadilan dalam soal ekonomi dan kesejahteraan.
·
PROVINSI
DI LUAR PULAU JAWA
6.
BALI
·
Tingkat
Kemiskinan
Persentase
penduduk miskin di Bali pada Maret 2013 sedikit berkurang jika dibandingkan
dengan Maret 2012. Tingkat kemiskinan pada Maret 2013 mencapai 3,95 persen,
turun 0,23 persen dibandingkan kondisi Maret 2012 yang mencapai 4,18 persen.
Dibandingkan
dengan jumlah penduduk secara keseluruhan, tingkat kemiskinan di Bali selama enam
tahun terakhir terus mengalami penurunan. Pada Maret 2013, tingkat kemiskinan
di Bali mencapai 3,95 persen, turun sebesar 0,23 persen dibandingkan dengan
tingkat kemiskinan Maret 2012 (Lihat Grafik 1). Tingkat kemiskinan di daerah
perkotaan terus mengalami penurunan hingga Maret 2012, dan cenderung meningkat
pada Maret 2013. Tingkat kemiskinan di daerah perdesaan terus mengalami
penurunan hingga Maret 2011, dan cenderung meningkat pada Maret 2012 tetapi mengalami
penurunan kembali pada Maret 2013.
·
Tingkat
Pengangguran
Hasil
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2013 menunjukkan keadaan ketenagakerjaan
di Bali tergolong cukup baik. Hal ini terlihat dari tingginya jumlah penduduk
yang bekerja serta penurunan tingkat pengangguran.
Seiring
dengan peningkatan jumlah orang yang bekerja dari tahun 2012 baik pada Februari
2012 maupun Agustus 2012 ke bulan Februari 2013, jumlah orang yang menganggur
mengalami penurunan. Pada Februari tahun 2013, jumlah pegangguran di Bali sebanyak
45,38 ribu orang. Jumlah tersebut menurun dari keadaan Agustus tahun 2012
sebanyak 47,33 ribu orang dan keadaan Februari tahun 2012 sebanyak 48,59 ribu
orang. Dengan demikian, tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Bali pada
Februari 2013 (1,89 persen) mengalami penurunan dibanding Februari 2012 (2,11
persen) dan Agustus tahun 2012 (2,04 persen).
· Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang
Sebagai
provinsi yang berbentuk pulau, Bali menyimpan banyak sekali suber daya di
dalamnya oleh karna itu banyak nya sumber daya alam maka berpengaruh kedalam
pendapatan domestik regional bruto dan bali juga merupakan provinsi yang
memiliki angka kemiskinan terkecil kedua setelah jakarta.
Penyebabnya
tidak lain karena potensi masing – masing wilayah berbeda akibat perbedaan
kemampuan daerah dalam mengakselerasi pembangunan daerahnya. Daerah yang secara
kreatif mengelola potensi pembangunan dengan baik dan relatif dapat berkembang
lebih cepat dibandingkan dengan daerah lain, bali saat ini punya satu masalah
mikro ekonomi yaitu ketimpangan distribusi pendapatan yang cenderung makin
timpang di era otonomi daerah.
7.
SULAWESI TENGAH
· Tingkat Kemiskinan
Perkembangan
selama lima tahun terakhir yaitu periode 2009–2013, jumlah dan persentase
penduduk miskin di Sulawesi Tengah terus mengalami penurunan secara significant.
Masing-masing tahun 2009 sebanyak 489,84 ribu jiwa (18,98 persen), tahun
2010 sebanyak 474,99 ribu jiwa (18,07 persen), tahun 2011 (bulan Maret)
sebanyak 423,63 ribu jiwa (15,83 persen), tahun 2011 (bulan September) sebanyak
432,07 ribu jiwa (16,04 persen), tahun 2012 (bulan Maret) sebanyak 418,64 ribu
jiwa (15,40 persen), tahun 2012 (bulan September) sebanyak 409,60 ribu jiwa
(14,94 persen), dan untuk tahun 2013 (bulan Maret) sebanyak 405,42 ribu jiwa
(14,67 persen) sedangkan untuk tahun 2013 (bulan September) sebanyak 400,09
ribu jiwa (14,32 persen).
Besar kecilnya
jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena
penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita
per bulan dibawah Garis Kemiskinan. Periode September Maret 2013 –September
2013, Akselerasi Garis Kemiskinan naik sebesar 10,00 persen, yaitu dari
Rp.273.624,- keadaan Maret 2013 menjadi Rp.301.000,- keadaan September 2013.
Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM), terlihat
bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi
bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2013,
sumbangan GKM terhadap GK sebesar 76,98 persen, naik menjadi 77,14 persen pada
September 2013 (tabel 2).
· Tingkat
Pengangguran
Jumlah
penganggur pada Februari 2013 mencapai 35.078 orang atau berkurang sebesar
12.543 orang jika dibanding keadaan Agustus 2012 sebanyak 47.621 orang, dan
jika dibandingkan keadaan Februari 2012 dengan jumlah penganggur sebanyak
50.465 orang, terjadi penurunan 15.387 orang. Peningkatan jumlah penduduk yang bekerja
serta penurunan angka pengangguran telah menurunkan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) sebesar 1,28 persen poin selama periode enam bulan terakhir serta
sebesar 1,08 persen poin selama setahun terakhir.
· Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang
Ketimpangan pendappatan di sulawesi utara
tercatat lebih tinggi daripada nasional. Rasio ketimpangan pendapatan (rasio
gini) sulut tercatat sebesar 0,42 pesen, sedangkan rasio gini nasional tercatat
0,41 persen.
Masalah ketimpangan tersebut harus segara diatasi
agar dapat mendorong kontribusi sulut terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Kontribusi sulut terhadap ekonomi nasional saat ini sudah besar, dan
pertumbuhan ekonomi sulut selalu lebih tinggi daripada ekonomi nasional.
Di saat ekonomi nasional tumbuh 6,5 persen,
ekonomi sulut tumbuh diatas 7 persen pertumbuhan ekonomi utamanya didorong oleh
sektor jasa dan parawisata.
8.
NUSA TENGGARA BARAT
· Tingkat Kemiskinan
Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Barat pada bulan September
2013 sebesar 802,45 ribu orang (17,25 persen) berkurang 28,39 ribu orang
dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2013 yang berjumlah 830,84 ribu
orang (17,97 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode Maret –
September 2013, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang cukup signifikan
dibandingkan daerah perdesaan. Untuk daerah perkotaan turun 27,32 ribu orang
(1,59 persen) dan perdesaan hanya turun 1,07 ribu orang (0,09 persen).
· Tingkat Pengangguran
Secara absolut, penganggur pada Agustus 2013 yang berjumlah 112.708
orang berkurang sekitar 7.296 orang jika dibanding keadaan Februari 2013, atau
bertambah sebesar 2.760 orang jika dibanding keadaan Agustus 2012. Namun secara
persentase, tingkat pengangguran pada bulan Agustus 2013 mengalami sedikit kenaikan,
yaitu sekitar 0,01 persen jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2013.
Dibandingkan dengan keadaan Agustus 2012, tingkat pengangguran mengalami
peningkatan sebesar 0,12 persen.
· Tingkat Ketimpangan Di berbagai bidang
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran
kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kalori per kapita
perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh sekitar 52 jenis
komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran,
kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
9.
SULAWESI
SELATAN
· Tingkat Kemiskinan
Berdasarkan data yang diterima dari biro bina kesejahteraan pemprov
sulsel, angka kemiskinan di sulsel menurun 963.570 ribu jiwa pada tahun 2009
menjadi 793.800 ribu jiwa pada tahun 2013.
Angka itu menurun sebanyak 12,3 persen, menjadi 9,2 persen dari 9
juta lebih penduduk sulsel.
Sedangkan perhitungan tahun 2008 data BPS menunjukkan angka sebesar
1.031 .700 orang atau sebesar 13,34 persen. Dengan menggunakan data PBS pula
ditemukan angka kemiskinan pada tahun 2012 berjumlah 825.800 ribu jiwa atau
sekitar 10,11 persen.
·
Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di sulawesi selatan turun
menjadi 5,1 persen pada agustus 2013 dari 5,9 persen pada tahun lalu. Jumlah
orang menganggur sebanyak 176.912 ribu jiwa.
Meski pengangguran turun, tingkat partisipasi angkatan kerja di
sulsel menyusut dari 68,2 pesen pada agustus tahun lalu menjadi 60,5 persen per
agustus 2013.
· Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang
Ketimpangan pendapatan di sulawesi selatan tercatat lebih tinggi
daripada nasional. Rasio ketimpangan pendapatan (rasio gini) daerah sulsel
tercatat Sebesar 0,43 persen, sedangkan rasio gini nasional tercatat 0,41
persen.
Selama ini sulsel sudah memberi kontribusi sangat baik terhadap
perekonomian nasional. Dimana, tingkat pertumbuhan juga lebih tinggi dari
nasional. Rasio gini tetap menjadi warning, agar pertumbuhan tersebut mampu
dinikmati semua kalangan.
Pertumbuhan ekonomi sulsel yang tinggi tidak menjamin kesejahteraan
masyarakat. hal ini terlihat dari angka pertambahan orang miskin di sulsel yang
meningkat secara signifikan.
10.
KALIMANTAN
TIMUR
· Tingkat Kemiskinan
Kemiskinan di kaltim dalam kurun waktu maret hingga september 2013 mengalami
peningkatan. Badan pusat statistik(BPS) mencatat pada september bulan lalu
jumlah penduduk miskin di kaltim pada bulan september 2013 sebesar 255,91 ribu.
Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan maret 2013 yang berjumlah 237,96
ribu orang , berarti jumlah penduduk miskin bertambah 17,95 ribu orang
· Tingkat Pengangguran
Jumlah penganggur pada februari 2013 mengalami kenaikan yaitu
sebanyak 9.349 orang jika dibanding keadaan agustus 2012, dan mengalami
penurunan sebanyak 2.526 orang jika dibanding keadaan februari 2012.
· Tingkat Ketimpangan Di Berbagai Bidang
Upaya pembangunan daerah di Propinsi Kalimantan
Timur dihadapkan kepada berbagai kendala yang erat kaitannya dengan kondisi
geografis dengan karakteristik wilayah yang kurang menguntungkan, antara lain
meskipun wilayahnya sangat luas, namun ada
keterbatasan sumber daya lahan bagi kegiatan produktif khususnya
pertanian karena sebagian lahan merupakan rawa bergambut tebal dan berpasir.
Propinsi ini mempunyai jumlah penduduk yang relatif sedikit
dibandingkan dengan luas wilayah secara keseluruhan terutama terhadap potensi
pengembangan sumber daya alam yang cukup besar. Jumlah penduduk yang relatif
sedikit dengan penyebaran yang sangat tidak
merata dan terpencar dalam kelompok-kelompok penduduk yang kecil terutama di daerah pedalaman dan perbatasan
serta wilayah terisolasi, menyulitkan pembinaan, baik dalam penyelenggaraan pemerintah maupun dalam
pembangunan. Hal tersebut merupakan kendala untuk menyebarkan kegiatan ekonomi
produktif maupun dalam melayani kebutuhan dasar masyarakat secara merata dan
efisien.
Kendala lain yang dihadapi dalam pembangunan
di Kalimantan Timur adalah terbatasnya kemampuan daerah untuk menanggulangi
bencana kebakaran hutan yang terjadi hampir setiap tahun terutama dalam musim
kemarau.
· Analisis antar Pulau Jawa
Jakarta , dari segi kemiskinan jakarta cukup banyak sebagai wilayah ibukota sehingga perlu di tanggulangi
lagi agar rakyat miskin bisa berkurang di kota jakarta, dan untuk pengangguran
di jakartasedikit tidak ada kendala tapi perlu juga diperhatikan agar tidak ada
penganggur di kota jakarta. Dan untuk Jawa Barat faktor kemiskinan nya
amat tinggi per kapita perlunya penyuluhan untuk orang miskin di jawa barat,
dan juga dalam bentuk fasilitas diras kurang yang utama klinik di desa – desa
jarang dijumpai sehingga harus menempuh jarak ke kota untuk mendapat pengobatan
penganggur di jawa barat cukup banyak bila dibandingka dengan wilayah jakarta
karna kurangnya keterampilan sehingga banyak penganggur di jawa barat, perlunya
di berika keterampilan agar pada saat lulus dari sekolah/universitas nanti
mendapat pekerjaan sesui keahliannya , Jawa Tengah penduduk miskin juga merajarela di
kota dan desa amat banyak penduduk miskin sehingga susah untuk mengatur
perekonomian provinsi. Yogyakarta dan Banten, untuk yogya angka
kemiskinan cukup sedikit dibanding Banten karna banten belum lama ini menjadi
provinsi jadi agak sulit untuk mengatasi kemiskinan, lebih banyak penduduk
yogyakarta yang menganggur dibanding banten, karna kwantitas penduduk lebih
banyak yogya sehingga tiap tahun agak meningkat dibanding banten yang
penduduknya sedikit, karna juga faktor lapangangan pekerjaan di banten banyak
ketimbang di yogya.
· Analisa antar luar Pulau Jawa
Bali dan Sulawesi Tengah, tinkat
kemiskinan dibali dan penganguran cukup baik selalu ada penurunan di tiap tahun
nya, sedang di sulawesi tengah juga cukup baik kemiskinan sedikit berkurang dan
pengangguran juga semakin menurun di sulawesi tengah, Nusa Tenggara Barat
dan Sulawesi selatan, cukup banyak tingkat kemiskinan dan pengangguran di
NTB dan juga ketimpangan di bidang perekonomian bahan pangan juga sulit dicari
di NTB dan juga infastruktur di pelosok desa yang masih kurang penanganan,
sedang di sulteng angka kemiskinan tinggi juga dan juga angka pengangguran nya
masih teramat tinggi. Kalimantan Timur, kemiskinan dan juga pengangguran
tidak terlalu tinggi di banding NTB,sulteng dan sulsel.
· Analisa antar Pulau Jawa Dan luar Pulau Jawa
Pulau jawa cenderung faktor kemiskinannya lebih tinggi dari luar
pulau jawa dikarnakan di pulau jawa di kota - kota besar di jakrta, yogya, jawa
barat cenderung biaya hidupnya besar sehingga banyak, penduduk miskin, karna
persoalan kemiskinan ini sangat pelik, berbeda dengan luar pula jawa angka kemiskinan
malah lebih kecil dibanding luar pulau jawa mungkin pengaruh biaya hidup masih
belum terlalu besar. Dan pengangguran lebih banyak di luar pulau jawa dibanding
di pulau jawa dikarnakan belum adanya keahlian di bidangnya, perlu adanya
pelatihan kerja. Dalam hal ketimpangan luar pulau jawa harus terus adanya
pengembangan infrastruktuk karna sulitnya jarak yang di tempuh dari desa ke kota di karnakan masih banyak jalan
yang belum di buat di pelosok – pelosok desa sehingga sulit untuk mengakses ke
desa dengan kendaraan melainkan hanya bisa diakses dengan jalan kaki. Dan juga akses kesehatan sulit di
luar pulau jawa dan juga masih ada kesulitan akses kesehatan di pulau jawa,
jarang nya ada klinik di desa – desa
pulau jawa maupun luar pulau jawa perlu
ditingkatkan pembangunan klinik di desa desa. Masalah nya selalu saja desa
pelosok menderita akan apa yang dialami karna kesulita akses infrastruktur
maupun kemiskinan, karna desa kita yang mulai tidak dianggap mungkin untuk yang
keberapa kali desa desa di pelosok harus menderita, Sebagai contoh Di provinsi
Kalimantan Utara, yang sebagian besar nelayan di tarakan desanya dekat sekali
dengan perbatasan malaysia, dan indonesia membiarkan dan tidak membuat
infrastruktur yang layak yang ada di desa tarakan, dan jika nelayan menjual
menjual hasil tangkapannya ke kota tarakan butuh waktu 2 hari untuk sampaih ke
kota, sehingga nelayan tersebut memilih untuk menjual di negara tetangga,
mungkin mata uang di desa perbatasan bukan rupiah lagi malah berganti menjadi
ringgit, betapa cerobohnya pemerintah indonesia membiarkan hal itu terjadi.
jadi perlunya pembangunan kembali desa - desa yang ada di indonesia.
Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. Provinsi Banten dalam Angka 2000 – 2008.
BPS Provinsi Banten, Serang.
http://www.bappenas.go.id/files/1813/6514/6211/bab-47-bag-18-94-95-cek__20090130075238__3.doc