Sabtu, 17 Oktober 2015

KARANGAN ILMIAH DAN NON ILMIAH, METODE ILMIAH

TUGAS 2

KARANGAN ILMIAH DAN NON ILMIAH

KARYA ILMIAH

Sebelumnya ada beberapa pengertian tentang karya ilmiah yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya :


a.  Menurut Brotowidjoyo karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Karya ilmiah dapat juga berarti tulisan yang didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/keilmiahannya (Susilo, M. Eko, 1995:11).

b.  Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti. Untuk memberitahukan sesuatu hal secara logis dan sistematis kepada para pembaca.

c.   Karya ilmiah adalah tulisan yang berisi argumentasi penalaran keilmuan yang dikomunikasikan lewat bahasa tulis yang formal dengan sistematis-metodis dan menyajikan fakta umum serta ditulis menurut metodologi penulisan yang benar. Karya ilmiah ditulis dengan bahasa yang konkret, gaya bahasanya formal, kata-katanya teknis dan dan didukung fakta yang dapat dibuktikan kebenarannya

d. Karya tulis ilmiah adalah suatu tulisan yang membahas suatu permasalahan. Pembahasan itu dilakukan berdasarkan penyelidikan, pengamatan, pengumpulan data yang diperoleh melalui suatu penelitian. Karya tulis ilmiah melalui penelitian ini menggunakan metode ilmiah yang sistematis untuk memperoleh jawaban secara ilmiah terhadap permasalahan yang diteliti. Untuk memperjelas jawaban ilmiah berdasarkan penelitian, penulisan karya tulis ilmiah hanya dapat dilakukan sesudah timbul suatu masalah, yang kemudian dibahas melalui penelitian dan kesimpulan dari penelitian tersebut.

Dari berbagai macam pengertian karya ilmiah di atas dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud karya ilmiah dalam makalah ini adalah, suatu karangan yang berdasarkan penelitian yang ditulis secara sistematis, berdasarkan fakta di lapangan, dan dengan menggunakan pendekatan metode ilmiah.

Ciri Karya Ilmiah

Tidak semua karya yang ditulis secara sistematis dan berdasarkan fakta di lapangan adalah sebuah karya ilmiah sebab karya ilmiah mempunyai ciri-ciri seperti berikut ini:

1. Objektif.
Keobjektifan ini menampak pada setiap fakta dan data yang diungkapkan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak dimanipulasi. Juga setiap pernyataan atau simpulan yang disampaikan berdasarkan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, siapa pun dapat mengecek (memverifikasi) kebenaran dan keabsahannya.

2. Netral.
Kenetralan ini bisa terlihat pada setiap pernyataan atau penilaian bebas dari kepentingan-kepentingan tertentu baik kepentingan pribadi maupun kelompok. Oleh karena itu, pernyataan-pernyataan yang bersifat mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca perlu dihindarkan.

3. Sistematis.
Uraian yang terdapat pada karya ilmiah dikatakan sistematis apabila mengikuti pola pengembangan tertentu, misalnya pola urutan, klasifikasi, kausalitas, dan sebagainya. Dengan cara demikian, pembaca akan bisa mengikutinya dengan mudah alur uraiannya.

4. Logis.
Kelogisan ini bisa dilihat dari pola nalar yang digunakannya, pola nalar induktif atau deduktif. Kalau bermaksud menyimpulkan suatu fakta atau data digunakan pola induktif; sebaliknya, kalau bermaksud membuktikan suatu teori atau hipotesis digunakan pola deduktif.

5. Menyajikan fakta (bukan emosi atau perasaan).
Setiap pernyataan, uraian, atau simpulan dalam karya ilmiah harus faktual, yaitu menyajikan fakta. Oleh karena itu, pernyataan atau ungkapan yang emosional (menggebu-gebu seperti orang berkampanye, perasaan sedih seperti orang berkabung, perasaan senang seperti orang mendapatkan hadiah, dan perasaan marah seperti orang bertengkar) hendaknya dihindarkan.

6.  Tidak Pleonastis
Maksudnya kata-kata yang digunakan tidak berlebihan alias hemat kata-katanya atau tidak berbelit-belit (langsung tepat menuju sasaran).

7.  Bahasa yang digunakan adalah ragam formal.
Syarat Karya Ilmiah
    Berikut ini adalah syarat-syarat karya ilmiah :
-          Karya tulis ilmiah memuat gagasan ilmiah lewat pikiran dan alur pikiran.
-          Keindahan karya tulis ilmiah terletak pada bangun pikir dengan unsur-unsur yang menyangganya.
-            Alur pikir dituangkan dalam sistematika dan notasi.
-          Karya tulis ilmiah terdiri dari unsur-unsur: kata, angka, tabel, dan gambar, yang tersusun mendukung alur pikir yang teratur.
-          Karya tulis ilmiah harus mampu mengekspresikan asas-asas yang terkandungdalam hakikat ilmu dengan mengindahkan kaidah-kaidah kebahasaan.
-          Karya tulis ilmiah terdiri dari serangkaian narasi (penceritaan), eksposisi (paparan), deskripsi (lukisan) dan argumentasi (alasan).

 Jenis Karya Ilmiah
 Pada prinsipnya semua karya ilmiah yaitu hasil dari suatu kegiatan ilmiah. Dalam hal ini yang membedakan hanyalah materi, susunan , tujuan serta panjang pendeknya karya tulis ilmiah tersebut,. Secara garis besar, karya ilmiah di klasifikasikan menjadi dua, yaitu karya ilmiah pendidikan dan karya ilmiah penelitian.

1. Karya Ilmiah Pendidikan
    Karya ilmiah pendidikan digunakan tugas untuk meresume pelajaran, serta sebagai persyaratan mencapai suatu gelar pendidikan. Karya ilmiah pendidikan terdiri dari:

a. Paper (Karya Tulis).
   Paper atau lebih populer dengan sebutan karya tulis, adalah karya ilmiah berisi ringkasan atau resume dari suatu mata kuliah tertentu atau ringkasan dari suatu ceramah yang diberikan oleh dosen kepada mahasiswanya.

Tujuan pembuatan paper ini adalah melatih mahasiswa untuk mengambil intisari dari mata kuliah atau ceramah yang diajarkan oleh dosen, penulisan paper ini agak di perdalam dengan beberapa sebab antara lain, Bab I Pendahuluan , Bab II Pemaparan Data, Bab III Pembahasan atau Analisisdan Bab IV Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

b. Pra Skripsi
   Pra Skripsi adalah karya tulis ilmiah pendidikan yang digunakan sebagai persyaratan mendapatka gelar sarjana muda. Karya ilmiah ini disyaratkan bagi mahasiswa pada jenjang akademik atau setingkat diploma 3 ( D-3).
Format tulisannya terdiri dari Bab I Pendahuluan (latar belakang pemikiran, permasalahan, tujuan penelitian atau manfaat penelitian dan metode penelitian). Bab II gambaran umum (menceritakan keadaan di lokasi penelitian yang dikaitkan dengan permasalahan penelitian), Bab III deskripsi data (memaparkan data yang diperoleh dari lokasi penelitian). Bab IV analisis (pembahasan data untuk menjawab masalah penelitian). Bab V penutup (kesimpulan penelitian dan saran)

c. Skripsi
   Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta- fakta empiris-objektif baik berdasarkan peneliian langsung (observasi lapangan ) maupun penelitian tidak langsung (study kepustakaan)skripsi ditulis sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana S1. Pembahasan dalam skripsi harus dilakukan mengikuti alur pemikiran ilmiah yaitu logis dan emperis.

d. Thesis
   Thesis adalah suatu karya ilmiah yang sifatnya lebih mendalam dari pada skripsi, thesis merupakan syarat untuk mendapatkan gelar magister (S-2).
Penulisan thesis bertujuan mensinthesikan ilmu yng diperoleh dari perguruan tinggi guna mempeluas khazanah ilmu yang telah didapatkan dari bangku kuliah master, khazanah ini terutama berupa temuan-temuan baru dari hasil suatu penelitian secara mendalam tentang suatu hal yangmenjadi tema thesis tersebut.

e. Disertasi
    Disertasi adalah suatu karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta akurat dengan analisis terinci. Dalil yang dikemukakan biasanya dipertahankan oleh penulisnya dari sanggahan-sanggahan senat guru besar atau penguji pada sutu perguruan tinggi, desertasi berisi tentang hasil penemuan-penemuan penulis dengan menggunakan penelitian yang lebih mendalam terhadap suatu hal yang dijadikan tema dari desertasi tersebut, penemuan tersebut bersifat orisinil dari penulis sendiri, penulis desertasi berhak menyandang gelar Doktor.

KARYA NON-ILMIAH
Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal).
 Karya non ilmiah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
  • Ditulis berdasarkan fakta pribadi,
  • Fakta yang disimpulkan subyektif,
  • Gaya bahasa konotatif dan populer,
  • Tidak memuat hipotesis,
  • Penyajian dibarengi dengan sejarah,
  • Bersifat imajinatif,
  • Situasi didramatisir,
  • Bersifat persuasif.
  • Tanpa dukungan bukti
Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah adalah :
-          Dongeng
-          Cerpen,
-           Novel
-           Drama
-           Roman.

PERBEDAAN KARYA  ILMIAH DAN NON ILMIAH

Istilah karya ilmiah dan nonilmiah merupakan istilah yang sudah sangat lazim diketahui orang dalam dunia tulis-menulis. Berkaitan dengan istilah ini, ada juga sebagian ahli bahasa menyebutkan karya fiksi dan nonfiksi. Terlepas dari bervariasinya penamaan tersebut, hal yang sangat penting untuk diketahui adalah baik karya ilmiah maupun nonilmiah/fiksi dan nonfiksi atau apa pun namanya, kedua-keduanya memiliki perbedaan yang signifikan.

Perbedaan-perbedaan yang dimaksud dapat dicermati dari beberapa aspek.Pertama, karya ilmiah harus merupakan pembahasan suatu hasil penelitian (faktual objektif). Faktual objektif adalah adanya kesesuaian antara fakta dan objek yang diteliti. Kesesuaian ini harus dibuktikan dengan pengamatan atau empiri. Kedua, karya ilmiah bersifat metodis dan sistematis. Artinya, dalam pembahasan masalah digunakan metode atau cara-cara tertentu dengan langkah-langkah yang teratur dan terkontrol melalui proses pengidentifikasian masalah dan penentuan strategi. Ketiga, dalam pembahasannya, tulisan ilmiah menggunakan ragam bahasa ilmiah. Dengan kata lain, ia ditulis dengan menggunakan kode etik penulisan karya ilmiah. Perbedaan-perbedaan inilah yang dijadikan dasar para ahli bahasa dalam melakukan pengklasifikasian.

Karya nonilmiah sangat bervariasi topik dan cara penyajiannya, tetapi isinya tidak didukung fakta umum. Karangan nonilmiah ditulis berdasarkan fakta pribadi, dan umumnya bersifat subyektif. Bahasanya bisa konkret atau abstrak, gaya bahasanya nonformal dan populer, walaupun kadang-kadang juga formal dan teknis. Karya nonilmiah bersifat (1) emotif: kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi, (2) persuasif: penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative, (3) deskriptif: pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan (4) jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.Karya nonilmiah bersifat, antara lain :
  1. Emotif : merupakan kemewahan dan cinta lebih menonjol, tidak sistematis, lebih mencari keuntungan dan sedikit informasi
  2. Persuasif : merupakan penilaian fakta tanpa bukti. Bujukan untuk meyakinkan pembaca, mempengaruhi sikap cara berfikir pembaca dan cukup informative
  3. Deskriptif : merupakan pendapat pribadi, sebagian imajinatif dan subjektif, dan
  4. Jika kritik adakalanya tanpa dukungan bukti.
Pengertian Metode Ilmiah

Metode ilmiah atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai scientific method adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah secara sistematis,empiris, dan terkontrol.

Metode ilmiah merupakan proses berpikir untuk memecahkan masalah

Metode ilmiah berangkat dari suatu permasalahan yang perlu dicari jawaban atau pemecahannya. Proses berpikir ilmiah dalam metode ilmiah tidak berangkat dari sebuah asumsi, atau simpulan, bukan pula berdasarkan  data atau fakta khusus. Proses berpikir untuk memecahkan masalah lebih berdasar kepada masalah nyata. Untuk memulai suatu metode ilmiah, maka dengan demikian pertama-tama harus dirumuskan masalah apa yang sedang dihadapi dan sedang dicari pemecahannya. Rumusan permasalahan ini akan menuntun proses selanjutnya.


Pada Metode Ilmiah, proses berpikir dilakukan secara sistematis

Dalam metode ilmiah, proses berpikir dilakukan secara sistematis dengan bertahap, tidak zig-zag. Proses berpikir yang sistematis ini dimulai dengan kesadaran akan adanya masalah hingga terbentuk sebuah kesimpulan. Dalam metode ilmiah, proses berpikir dilakukan sesuai langkah-langkah metode ilmiah secara sistematis dan berurutan.

Metode ilmiah didasarkan pada data empiris

Setiap metode ilmiah selalu disandarkan pada data empiris. maksudnya adalah, bahwa masalah yang hendak ditemukan pemecahannya atau jawabannya itu harus tersedia datanya, yang diperoleh dari hasil pengukuran secara objektif. Ada atau tidak tersedia data empiris merupakan salah satu kriteria penting dalam metode ilmiah. Apabila sebuah masalah dirumuskan lalu dikaji tanpa data empiris, maka itu bukanlah sebuah bentuk metode ilmiah.

Pada metode ilmiah, proses berpikir dilakukan secara terkontrol

Di saat melaksanakan metode ilmiah, proses berpikir dilaksanakan secara terkontrol. Maksudnya terkontrol disini adalah, dalam berpikir secara ilmiah itu dilakukan secara sadar dan terjaga, jadi apabila ada orang lain yang juga ingin membuktikan kebenarannya dapat dilakukan seperti apa adanya. Seseorang yang berpikir ilmiah tidak melakukannya dalam keadaan berkhayal atau bermimpi, akan tetapi dilakukan secara sadar dan terkontrol.

Keterkaitan Penalaran dalam Proses Penulisan Ilmiah

Suatu karangan sesederhana apapun akan mencerminkan kualitas penalaran seseorang. Penalaran itu akan tampak dalam pola pikir penyusuan karangan itu sendiri. Penalaran dalam suatu karangan ilmiah mencakup 5 aspek/matra. Kelima aspek tersebut adalah:

a. Aspek keterkaitan
Aspek keterkaitan adalah hubungan antarbagian yang satu dengan yang lain dalam suatu karangan. Artinya, bagian-bagian dalam karangan ilmiah harus berkaitan satu sama lain. Pada pendahuluan misalnya, antara latar belakang masalah – rumusan masalah – tujuan – dan manfaat harus berkaitan. Rumusan masalah juga harus berkaitan dengan bagian landasan teori, harus berkaitan dengan pembahasan, dan harus berkaitan juga dengan kesimpulan.

b. Aspek urutan
Aspek urutan adalah pola urutan tentang suatru yang harus didahulukan/ditampilkan kemudian (dari hal yang paling mendasar ke hal yang bersifat pengembangan). Suatu karangan ilmiah harus mengikuti urutan pola pikir tertentu.Pada bagian Pendahuluan, dipaparkan dasar-dasar berpikir secara umum. Landasan teori merupakan paparan kerangka analisis yang akan dipakai untuk membahas. Baru setelah itu persoalan dibahas secara detail dan lengkap. Di akhir pembahasan disajikan kesimpulan atas pembahasan sekaligus sebagai penutup karangan ilmiah

c. Aspek argumentasi
Yaitu bagaimana hubungan bagian yang menyatakan fakta, analisis terhadap fakta, pembuktian suatu pernyataan, dan kesimpulan dari hal yang telah dibuktikan. Hampir sebagian besar isi karangan ilmiah menyajikan argumen-argumen mengapa masalah tersebut perlu dibahas (pendahuluan), pendapat-pendapat/temuan-temuan dalam analisis harus memuat argumen-argumen yang lengkap dan mendalam.

d. Aspek teknik penyusunan
Yaitu bagaimana pola penyusunan yang dipakai, apakah digunakan secara konsisten. Karangan ilmiah harus disusun dengan pola penyusunan tertentu, dan teknik ini bersifat baku dan universal. Untuk itu pemahaman terhadap teknik penyusunan karangan ilmiah Univ. Esa Unggul/Jumanta/MKU 113 merupakan syarat multak yang harus dipenuhi jika orang akan menyusun karangan ilmiah.

e. Aspek bahasa
Yaitu bagaimana penggunaan bahasa dalam karangan tersebut? baik dan benar? Baku? Karangan ilmiah disusun dengan bahasa yang baik, benar dan ilmiah. Penggunaan bahasa yang tidak tepat justru akan mengurangi kadar keilmiahan suatu karya sastra lebih-lebih untuk karangan ilmiah akademis.

Beberapa ciri bahasa ilmiah: kalimat pasif, sebisa mungkin menghindari kata ganti diri (saya, kami, kita), susunan kalimat efektif/hindari kalimat-kalimat dengan klausa-klausa yang panjang.


PENALARAN ILMIAH, INDUKTIF DAN DEDUKTIF

TUGAS 1


A.  PENALARN ILMIAH

1.    Pengertian Penalaran
Penalaran adalah proses pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis berdasarkan
fakta yang relevan. Dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai
dasar untuk menarik kesimpulan.

2.    Prinsip dan unsur penalaran
Penulisan ilmiah mengemukakan dan membahas fakta secara logis dan sistematis dengan
bahasa yang baik dan benar. Ini berarti bahwa untuk menulis penulisan ilmiah diperlukan
kemampuan menalar secara ilmiah.

Melalui proses penalaran, kita dapat samapai pada kesimpulan yang berupa asumsi,
hipotesis atau teori. Penalaran disini adalah proses pemikiran untuk memperoleh
kesimpulan yang logis berdasarkan fakta yang relevan.
Dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik
kesimpulan.

1.    Proporsi
adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat di antarasubjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat. Kaliimat Tanya,kalimat perintah, kalimat harapan , dan kalimat inversi tidak dapa disebut proposisi . Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah bentuknya menjadi kalimat berita yang netral.

2.    Implikasi
Implikasi diwujudkan dengan pernyataan “jika-maka” atau juga “if-then“. Implikasi adalah suatu pernyataan logika yang hanya akan bernilai salah ketika sebab bernilai benar DAN akibat bernilai salah. 

Untuk lebih jelasnya kita lihat tabel kebenaran berikut:
Tetapi kita harus ingat kalau “jika A maka B” tidak sama dengan “jika B maka A” karena alur implikasi hanyalah berjalan satu arah saja.
Contoh:
§  “Jika lampu merah menyala maka kendaraan bermotor akan berhenti”
kalimat diatas tidak akan sama dengan :
§  “Jika kendaraan bermotor berhenti maka lampu merah menyala”

3.    Inferensi
Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca (pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan) samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara).  Inferensi atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis. Inferensi terbagi menjadi 2, diantaranya Inferensi langsung dan Inferensi tidak langsung.

1.    Inferensi Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.
Contoh:
§  “Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang tahun temanya.
2.    Inferensi Tidak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-preposisi lama.

    CARA MENGUJI FAKTA
adalah untuk memperoleh apakah informasi atau data yang didapat secara fakta atau tidak, maka perlu adanya pengujian yang harus dilakukan yaitu memastikan bahwa semua data atau informasi yang diperoleh adalah fakta, apabila fakta tersebut benar maka dapat disimpulkan dalam sebuah bukti yang akurat. Cara menguji fakta :

1.      Konsistensi
Konsistensi suatu informasi bisa jadi tolak ukur yang baik untuk menentukan informasi itu merupakan fakta atau bukan. Dalam hal ini data atau informasi yang bisa kita anggap sebagai fakta ialah ketika tiap data yang diberikan saling mendukung. Dari beberapa data yang kita terima tidak ada yang saling bertentangan dan saling melemahkan data yang lain. Tentu saja kalau banyak pertentangan akan membuat kumpulan data tersebut semakin tidak valid. Saya memperoleh materi ini dari suatu buku yang saya pinjem dan setelah dipelajari saya ingin memberi contoh dari data yang kurang valid: Saya pergi ke pasar untuk membeli ikan. Pada hari itu saya sedang sakit parah karena masuk angin. Itulah contoh yang saya bisa buat. Kalau ada yang keliru mohon dibenarkan(komentar di artikel ini). Contoh diatas terdiri dari 2 pernyataan "Saya pergi ke pasar untuk membeli ikan" dan juga "Pada hari itu saya sedang sakit parah karena masuk angin". Dalam contoh itu dapat langsung kita pahami bahwa informasi yang kedua melemahkan informasi yang pertama. Ini membuat penerima informasi menjadi ragu bahwa ini sebuah fakta.

2.      Koherensi
Untuk mengetahui suatu infromasi ialah suatu fakta kamu perlu menggunakan dasar koherensi. Yang dimaksud dengan dasar koherensi ialah bagaimana data atau infromasi tersebut sesuai dengan pengalaman manusia pada umumnya. Kalau informasi yang diterima sama sekali jarang terjadi atau kejadian yang tidak masuk akal tentu saja informasi tersebut diragunakan kebenarannya. Contoh yang sangat sederhana ketika seseorang mengaku bertemu dengan monster atau makhluk luar angkasa akan sangat sulis sekali untuk dipercaya sebagai suatu fakta. Sebaliknya apabila ada informasi seperti ini "Terjadi pembunuhan di kebun teh kemarin malam" informasi ini tentu bisa lebih diterima. Oleh karena itu ada baiknya jika ingin menyampaikan suatu fakta disertai oleh contoh nyata pengalaman yang dialami masyarakat umum.

3.      Cara menilai otoritas
Metode ini digunakan untuk menguasai ilmu pengetahuan jika metode pengalaman tidak dapat digunakan secara efektif. Cara lain dengan bertanya atau menggunakan pengalaman orang lain. Seorang mahasiswa tidak perlu pergi ke bulan untuk mengetahuitentang keadaan dan situasi bulan. Mereka dapat bertanya pada dosennya atau orang yangmempunyai pengalaman dalam bidangnya.

·         WUJUD EVIDENSI

Evidensi adalah semua fakta yang ada, yang di hubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatu fenomena. Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan tetapi pengertian evidensi ini sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun petunjuk kepadanya tidak dapat dihindarkan. Data dan informasi yang di gunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap di gunakan sebagai evidensi.

B.  PENALARAN INDUKTIF

Secara formal dapat dikatakan bahwa induksi adalah proses penalran untuk sampai
pada suatu keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat umum dan khusus, beradasarkan
pengamatan atas hal-hal yang khusus.

Proses induksi dapat dibedakan :

1.    Generalisasi,
ialah proses penalaran berdasarkan pengamatan atas jumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa.
2.    Analogi,
adalah suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial yang bersamaan.
3.    Hubungan sebab akibat,
Penalaran dari sebab ke akibat mulai dari pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui. Berdasarkan itu, kita menarik kesimpulan mengenai akibat yang mungkin ditimbulkan.

C.  PENALARAN DEDUKTIF
Penalaran deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, atau teori yang berlaku umum tentang suatu hal atau gejala. Berdasarkan prinsip umum itu, ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus, yang merupakan bagiuan dari hal atau gejala itu. jadi, penalaran deduktif bergerak dari hal atau gejala yang umum menuju pada gejala yang khusus.
BENTUK PERNALARAN DEDUKTIF
Menurut bentuknya, pernalaran deduktif dibagi menjadi dua yaitu:
Silogisme, dan Entimen.

1. Silogisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir atau menarik simpulan yang terdiri atas premis umum, premis khusus, dan simpulan. Silogisme merupakan suatu cara pernalaran yang formal. Namun, bentuk pernalaran ini jarang dilakukan dalam komunikasi sehari-hari. Yang sering dijumpai hanyalah pemakaian polanya, meskipun secara tidak sadar.
Contoh pola silogisme yang standar:
(A)   Premis mayor = Semua manusia akan mati.
(B)   Premis minor = Si A adalah manusia.
(C)   Simpulan = Si A akan mati.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan:
Jika A=B dan B=C maka A=C

2. Entimen
Praktek nyata berbahasa dengan pola silogisme memang jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik tulisan maupun lisan. Namun entimen (yang pada dasarnya adalah pola silogisme) sering dijumpai pemakaiannya. Di dalam entimen salah satu premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.

Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi 2 bagian:
       Menipu adalah dosa. >> Kesimpulan
       Karena (menipu) merugikan orang lain. >> Premis Minor, karena bersifat khusus.

Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mayornya: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.


Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu simpulannya. Kata-kata yang menandakan simpulan ialah kata-kata seperti: jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.



















Jumat, 12 Juni 2015

KEBUDAYAAN JAWA TENGAH

Tentang apa yang dimaksud budaya, Wikipedia menjelaskan demikian :

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.  

Berdasarkan wujudnya, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama: kebudayaan material dan nonmaterial. Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci. Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional (wikipedia).

•Adapun  budaya Jawa Tengah mempunyai beberapa ciri yang salah satunya adalah menjunjung

tinggi nilai harmoni :

Kebudayaan Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian. Semua unsur kehidupan harus harmonis, saling berdampingan, intinya semua harus sesuai. Segala sesuatu yang menimbulkan ketidakcocokan harus dihindari, kalau ada hal yang dapat mengganggu keharmonisan harus cepat dibicarakan untuk dibetulkan agar dapat kembali harmonis dan cocok lagi.

Biasanya yang menganggu keharmonisan adalah  perilaku manusia, baik  itu perilaku manusia dengan manusia atau perilaku manusia dengan alam. Kalau menyangkut perilaku manusia dengan alam yang membetulkan ketidakharmonisan adalah pemimpin atau menjadi tanggungjawab pimpinan masyarakat. Yang sulit apabila keseimbangan itu diganggu oleh perilaku manusia dengan manusia sehingga menimbulkan konflik. Ketidakcocokan atau rasa tidak suka adalah hal yang umum, namun untuk menghindari konflik, umumnya rasa tidak cocok itu dipendam saja (Wikipedia bahasa Jawa). 

Upaya menjaga harmonisasi ini rupanya yang  membuat kebanyakan orang Jawa tidak suka konflik secara terbuka. Ciri ini -kalau memakai bahasa gaul- “gue banget”. Sepertinya tidak sampai hati (ora tekan) kalau ada rasa tidak puas, tidak cocok terus diteriakkan lugas ke orangnya apalagi kalau di depan orang banyak atau forum. Untuk menyelesaikan konflik rasanya lebih sreg kalau dibicarakan secara pribadi dulu ketimbang langsung dibuka di forum dan diketahui orang banyak. Namun cara ini ada kelemahannya, karena tidak mau berbicara terbuka, orang Jawa menjadi lebih suka kasak kusuk atau menggerudel di belakang . Akibatnya, bukan mencoba mengembalikan keseimbangan atau harmonisasi malah justru memelihara ketidakharmonisan. Falsafah menjaga harmoni ini juga terlihat dari gerak tari tradisional Jawa terutama yang merupakan karya para raja Solo dan Yogya : halus, hati-hati, luwes, penuh perhitungan, ekspresi gerak dan wajah penarinya begitu terjaga , anggun dan agung, hampir tidak ada ekspresi spontan dan meledak-ledak. Bahkan konon untuk menarikan tarian ini penarinya harus menjalani ritual atau laku batin tertentu seperti puasa atau pantang.

Ciri atau identitas lainnya dari budaya Jawa adalah keyakinan Kejawen. Kejawen (Wikipedia) adalah kepercayaan yang hidup di suku Jawa. Kejawen pada dasarnya bersumber dari kepercayaan Animisme yang dipengaruhi ajaran Hindu dan Budha. Karena itulah suku Jawa umumnya dianggap sebagai suku yang mempunyai kemampuan menjalani sinkretisme kepercayaan, semua budaya luar diserap dan ditafsirkan menurut nilai-nilai Jawa.

beberapa jenis kesenian jawa tengah

Tarian merupakan bagian yang menyertai perkembangan pusat baru ini. Ternyata pada masa kerajaan dulu tari mencapai tingkat estetis yang tinggi. Jika dalam lingkungan rakyat tarian bersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian mempunyai standar, rumit, halus, dan simbolis. Jika ditinjau dari aspek gerak, maka pengaruh tari India yang terdapat pada tari-tarian istana Jawa terletak pada posisi tangan.

Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Bedhaya Ketawang adalah tarian yang dicipta oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung dengan berlatarbelakang percintaan antara raja Mataram pertama dengan Kangjeng Ratu Kidul.

beberapa jenis tarian dari provinsi jawa tengah :

* Tari Serimpi, sebuah tarian keraton pada masa silam dengan suasana lembut, agung dan menawan.


* Tari Blambangan Cakil, mengisahkan perjuangan Srikandi melawan Buto Cakil (raksasa). Sebuah perlambang penumpasan angkara murka.

masih banyak kesenian di provinsi jawa tengah yaitu :


* WAYANG KULIT

Kesenian wayang dalam bentuknya yang asli timbul sebelum kebudayaan Hindu masuk di Indonesia dan mulai berkembang pada jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang adalah merupakan sisa-sisa upacara keagamaan orang Jawa yaitu sisa-sisa dari kepercayaan animisme dan dinamisme.
Menurut Kitab Centini, tentang asal-usul wayang Purwa disebutkan bahwa kesenian wayang, mula-mula sekali diciptakan oleh Raja Jayabaya dari Kerajaan Kediri. Pada abad ke 10 Raja Jayabaya berusaha menciptakan gambaran dari roh leluhurnya dan digoreskan di atas daun lontar. Bentuk gambaran wayang tersebut ditiru dari gambaran relief cerita Ramayana pada Candi Penataran di Blitar. Ceritera Ramayana sangat menarik perhatiannya karena Jayabaya termasuk penyembah Dewa Wisnu yang setia, bahkan oleh masyarakat dianggap sebagai penjelmaan atau titisan Batara Wisnu. Figur tokoh yang digambarkan untuk pertama kali adalah Batara Guru yaitu perwujudan dari Dewa Wisnu.

* KETOPRAK

Ketoprak termasuk salah satu kesenian rakyat di Jawa tengah, tetapi juga bisa ditemui di Jawa bagian timur. Ketoprak sudah menyatu menjadi budaya masyarakat Jawa tengah. ketoprak adalah sejenis seni pentas yang berasal dari Jawa. Dalam sebuah pentasan ketoprak, sandiwara yang diselingi dengan lagu-lagu Jawa, yang diiringi dengan gamelan disajikan.

Tema cerita dalam sebuah pertunjukan ketoprak bermacam-macam. Biasanya diambil dari cerita legenda atau sejarah Jawa. sesudah itu pagelaran Ketoprak semakin lama makin jadi bagus dan menjadi idola masyarakat, terutama di tanah Yogyakarta. didalam Pagelaran Ketoprak jadi lengkap dengan memakai cerita dan juga diiringi musik gamelan. 

Analisis:

kebudayaan jawa tengah sebetulnya masih sedikit kental dikalangan daerah yogyakarta namun tidak banyak masyarakat jawa yang mengetahui kebudayaannya sendiri, ada istilah mengatakan "wong jawa ilang jawane" ,Orang Jawa hilang Jawanya bisa diartikan orang Jawa hilang sifat-sifat orang Jawa atau hilang tata cara kebudayaan Jawanya, atau orang Jawa tidak mampu lagi menterjemahkan simbol-simbol yang tersembunyi dalam tata cara budaya Jawa. Kebudayaan itu sendiri merupakan kata yang jangkauannya sangat luas, bukan sekedar hanya Kesenian (pada umumnya masyarakat mengartikan Kebudayaan dalam ruang dipersempit hanya sebatas Kesenian). Kebudayaan meliputi cipta, rasa, karsa. Kesenian berfokus hanya pada rasa, kebudayaan adalah totalitas manusia dalam cara menghadapi kehidupan ini dengan segenap cipta, rasa dan karsanya.

Seperti apa orang Jawa pada masa yang lalu secara totalitas menghadapi kehidupan ini? Menurut pengertian saya, totalitas orang Jawa menghadapi kehidupan ini bersumber pada keseimbangan atau harmoni. Keseimbangan antara “jagad gede” dan “jagad cilik” atau “dunia besar” dan “dunia kecil”. “Jagad gede” diartikan suatu kesimbangan hubungan antara manusia dengan dunia diluar dirinya: manusia lainnya, bumi, maupun alam semesta, dan Tuhannya. Sedangkan “jagat cilik” adalah keseimbangan dengan sesuatu yang bergolak dalam diri manusia itu sendiri: antara baik dan buruk, antara roh dan jasmani, antara alam bathin dan alam lahir, antara yang gaib dan yang nyata.

Konsep keseimbangan dan harmoni ini dengan cipta, rasa dan karsa dituangkan dalam bentuk kebudayaan yang sepenuhnya mengatur agar keseimbangan dan harmoni ini tetap terjaga dalam masyarakat Jawa. Umumnya dalam bentuk simbol-simbol dalam berbagai peristiwa budaya. Pada realitasnya, kebudayaan Jawa penuh dengan simbol-simbol yang didalamnya terkandung etika (pilihan baik dan buruk) didalamnya. Untuk bisa mengerti etika Jawa, memerlukan suatu keahlian mengartikan simbol-simbol tertentu dalam budaya Jawa. Tapi tujuan akhir dari etika Jawa adalah sangat jelas tercermin dalam kata-kata “mamayu hayuning bawana” atau melestarikan kesejahteraan dunia (alam semesta).

Jadi “wong Jawa ilang Jawane” juga bisa diartikan kehilangan kemampuan orang Jawa menterjemahkan simbol-simbol dalam tata cara budaya Jawa. Jadi masyarakat hanya melihat segala sesuatunya dari sisi luarnya atau sisi lahirnya saja, kurang mampu mengasah bahasa bathinnya, jadi tidak mampu menterjemahkan simbol-simbol yang muncul kepermukaan sebagai terjemahan dari bahasa etika agar bisa terjadi suatu keseimbangan dan harmoni baik dalam masyarakat maupun dengan alam sekitarnya. Oleh karena apa yang dilakukan justru sebaliknya, malahan menghancurkan/merusak keseimbangan atau harmoni hubungan manusia dan manusia lainnya maupun hubungan manusia dengan alam sekitarnya, bahkan merusak hubungan manusia dengan Tuhannya.

Sebagai contoh: budaya wayang kulit yang telah diakui oleh Unesco sebagai "Karya Agung Budaya Dunia" pada tahun 2003, didalamnya terdapat simbol-simbol etika Jawa. Kalau kita melihat wayang kulit hanya sekedar boneka terbuat dari cerma (kulit dan tulang) yang dimain-mainkan oleh sang dalang, meaningless, alias tidak punya arti apa-apa.

Menyelami budaya wayang kulit sampai kita mengerti makna simbol-simbol yang terkandung didalamnya adalah suatu “challenge” atau suatu tantangan. Seberapa banyak orang Jawa (Indonesia) saat ini mau menerima tantangan untuk mengerti budaya wayang kulit dengan mempelajari kemudian menterjemahkan menjadi suatu ajaran etika yang adhi luhung? Dalam Serat Centini Jilid 10 dikatakan bahwa: Nonton wayang harus mengerti cerma (kulit dan tulang) dan cermin. Bukan hanya cerma (kulit dan tulang) yang dilihat tapi cermin dari sari cerita Ki Dalang.

Sedangkan budaya Jawa yang penuh simbol-simbol bukan saja wayang kulit, masih banyak yang lainnya. Siapa yang masih mau mempelajarinya? Apalagi menjalankannya dalam perbuatan nyata.

Apakah perlu para anggota Badan Kehormatan DPR belajar etika ke Yunani? Mau belajar Etika Barat yang telah menghasilkan Eropa berabad-abad lamanya menjadi negara-negara  penjajah? Menghasilkan masyarakat Amerika Serikat yang pragmatis, cenderung ke atheis? Kenapa tidak belajar etika saja ke Yogyakarta, belajar dengan Ki Manteb Sudarsana, menterjemahkan cerita wayang kulit menjadi suatu ajaran etika yang adhi luhung, asli budaya Jawa, asli budaya Indonesia. Ini yang namanya “wong Jawa ilang Jawane” atau mungkin bisa diperluas menjadi “orang Indonesia, hilang Indonesia-nya”.

Bagaimana hubungan kerajaan Yogyakarta dengan simbol-simbol yang kurang mampu ditangkap oleh pemimpin tertinggi di NKRI ini yang menafsirkan kerajaan Yogyakarta sebagai simbol monarki (dalam realitasnya di DIY Yogyakarta ada DPRD yang dipilih langsung oleh rakyat, dengan realitas ini saja simbol monarki kerajaan Yogyakarta sudah terbantahkan dengan sendirinya). Ini adalah pernyataan yang cenderung merusak keseimbangan dan harmoni yang ingin dijaga dalam tata masyarakat Jawa, suatu simbol bahwa orang Jawa sudah mulai hilang Jawanya.

•solusi agar kebudayaan kembali bangkit dan menarik dikalangan masyarakat

Boleh menghargai budaya luar tapi sebaiknya kita tidak melupakan kebudayaan dan adat istiadat budaya kita yaitu tata krama "tata kromo" seperti kata "mas" untuk sebutan seorang kakak dalam bahasa  jawa jangan dihilangkan itu adalah sebagian dari adat istiadat dan tata krama, sopan santun kita sebagai mana warga indonesia dan budaya jawa, tetapi kebanyakan seperti contoh saudara saya sendiri yang menikah dengan orang asing akhirnya adiknya tidak ada sopan santunnya saat memanggil kakaknya , hanya menyebut namanya saja tidak dengan sebutan "mas" budaya ini yang semakin lama semakin hilang, jadi saran saya kita harus bisa bersikap tegas untuk terus menjunjung tinggi norma kesopanan.

sesungguhnya masyarakat yogyakarta sudah mengantisipasi masalah seperti ini (kesenian yang mulai hilang atau tercemar karna adanya budaya asing)jadi mmenurut pengamatan saya setelah saya membaca beberapa artikel mengenai jawa tengah khususnya yogyakarta dan mengamati lingkungan kebudayaan saya yang notabennya tidak murni indonesia, walaupun ada pengaruh dari budaya luar masuk ke dalam kebudayaan jawa mereka malah menerimanya dengan lapang dada dan malah mereka membuat seni baru lagi yang lebih modern jadi bisa dibilang mereka memangaatkan unsur budaya luar dengan cara penggabungan unsur dalam dan unsur luar ,terbukti banyak anak muda tidak hanya di jawa tengah bahkan mancanegara yang ingin mempelajari kebudayaan jawa tengah , 

faktanya saudara saya sendiri yang lahir dan besar dibelanda juga jerman mereka bangga dengan kebudayaan yang terdapat pada budaya yogyakarta, dan dia bangga dapat mempelajari budaya jawa tengah. dan di belanda pun ada fakultas khusus budaya jawa. jadi kesimpulan saya bahwa kebudayaan jawa telah bangkit dengan cara menerima pengaruh budaya luar dan tidak hilang pula unsur kebudayaan kita malah semakin kental dan bisa go internasional.an kita malah semakin kental dan bisa go internasional.