TUGAS
1
A. PENALARN
ILMIAH
1. Pengertian
Penalaran
Penalaran adalah proses
pemikiran untuk memperoleh kesimpulan yang logis berdasarkan
fakta yang relevan.
Dengan kata lain, penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai
dasar untuk menarik
kesimpulan.
2. Prinsip
dan unsur penalaran
Penulisan ilmiah
mengemukakan dan membahas fakta secara logis dan sistematis dengan
bahasa yang baik dan
benar. Ini berarti bahwa untuk menulis penulisan ilmiah diperlukan
kemampuan menalar
secara ilmiah.
Melalui proses penalaran,
kita dapat samapai pada kesimpulan yang berupa asumsi,
hipotesis atau teori.
Penalaran disini adalah proses pemikiran untuk memperoleh
kesimpulan yang logis
berdasarkan fakta yang relevan.
Dengan kata lain,
penalaran adalah proses penafsiran fakta sebagai dasar untuk menarik
kesimpulan.
1. Proporsi
adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat di
antarasubjek dan predikat. Dengan kata lain, proposisi adalah pernyataan yang
lengkap dalam bentuk subjek-predikat atau term-term yang membentuk kalimat.
Kaliimat Tanya,kalimat perintah, kalimat harapan , dan kalimat inversi tidak
dapa disebut proposisi . Hanya kalimat berita yang netral yang dapat disebut
proposisi. Tetapi kalimat-kalimat itu dapat dijadikan proposisi apabila diubah
bentuknya menjadi kalimat berita yang netral.
2. Implikasi
Implikasi diwujudkan dengan pernyataan “jika-maka” atau juga “if-then“. Implikasi
adalah suatu pernyataan logika yang hanya akan bernilai salah ketika
sebab bernilai benar DAN akibat bernilai salah.
Untuk lebih
jelasnya kita lihat tabel kebenaran berikut:
Tetapi kita harus ingat kalau “jika A maka B” tidak sama dengan “jika B
maka A” karena alur implikasi hanyalah berjalan satu arah saja.
Contoh:
Contoh:
§
“Jika lampu merah menyala maka kendaraan bermotor akan
berhenti”
kalimat diatas tidak akan sama dengan :
§
“Jika kendaraan bermotor berhenti maka lampu merah
menyala”
3. Inferensi
Pengertian inferensi yang umum ialah proses yang harus dilakukan pembaca
(pendengar) untuk melalui makna harfiah tentang apa yang ditulis (diucapkan)
samapai pada yang diinginkan oleh saorang penulis (pembicara). Inferensi
atau kesimpulan sering harus dibuat sendiri oleh pendengar atau pembicara
karena dia tidak mengetahui apa makna yang sebenarnya yang dimaksudkan oleh
pembicara/penulis. Karena jalan pikiran pembicara mungkin saja berbeda dengan
jalan pikiran pendengar, mungkin saja kesimpulan pendengar meleset atau bahkan
salah sama sekali. Apabila ini terjadi maka pendengar harus membuat inferensi
lagi. Inferensi terjadi jika proses yang harus dilakukan oleh pendengar atau
pembaca untuk memahami makna yang secara harfiah tidak terdapat pada tuturan
yang diungkapkan oleh pembicara atau penulis. Pendengar atau pembaca dituntut
untuk mampu memahami informasi (maksud) pembicara atau penulis. Inferensi
terbagi menjadi 2, diantaranya Inferensi langsung dan Inferensi tidak langsung.
1. Inferensi Langsung
Inferensi yang
kesimpulannya ditarik dari hanya satu premis (proposisi yang digunakan untuk
penarikan kesimpulan). Konklusi yang ditarik tidak boleh lebih luas dari premisnya.
Contoh:
§
“Bu, besok temanku berulang tahun. Saya diundang makan malam. Tapi saya
tidak punya baju baru, kadonya lagi belum ada”.
Maka inferensi dari ungkapan tersebut: bahwa tidak bisa pergi ke ulang
tahun temanya.
2. Inferensi Tidak Langsung
Inferensi yang kesimpulannya ditarik dari dua / lebih premis. Proses akal
budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan
proposisi-preposisi lama.
CARA MENGUJI FAKTA
adalah untuk memperoleh
apakah informasi atau data yang didapat secara fakta atau tidak, maka perlu
adanya pengujian yang harus dilakukan yaitu memastikan bahwa semua data atau
informasi yang diperoleh adalah fakta, apabila fakta tersebut benar maka dapat
disimpulkan dalam sebuah bukti yang akurat. Cara menguji fakta :
1. Konsistensi
Konsistensi suatu
informasi bisa jadi tolak ukur yang baik untuk menentukan informasi itu
merupakan fakta atau bukan. Dalam hal ini data atau informasi yang bisa kita
anggap sebagai fakta ialah ketika tiap data yang diberikan saling mendukung. Dari
beberapa data yang kita terima tidak ada yang saling bertentangan dan saling
melemahkan data yang lain. Tentu saja kalau banyak pertentangan akan membuat
kumpulan data tersebut semakin tidak valid. Saya memperoleh materi ini dari
suatu buku yang saya pinjem dan setelah dipelajari saya ingin memberi contoh
dari data yang kurang valid: Saya pergi ke pasar untuk membeli ikan. Pada hari
itu saya sedang sakit parah karena masuk angin. Itulah contoh yang saya bisa
buat. Kalau ada yang keliru mohon dibenarkan(komentar di artikel ini). Contoh
diatas terdiri dari 2 pernyataan "Saya pergi ke pasar untuk membeli
ikan" dan juga "Pada hari itu saya sedang sakit parah karena masuk
angin". Dalam contoh itu dapat langsung kita pahami bahwa informasi yang
kedua melemahkan informasi yang pertama. Ini membuat penerima informasi menjadi
ragu bahwa ini sebuah fakta.
2. Koherensi
Untuk mengetahui suatu
infromasi ialah suatu fakta kamu perlu menggunakan dasar koherensi. Yang
dimaksud dengan dasar koherensi ialah bagaimana data atau infromasi tersebut
sesuai dengan pengalaman manusia pada umumnya. Kalau informasi yang diterima
sama sekali jarang terjadi atau kejadian yang tidak masuk akal tentu saja
informasi tersebut diragunakan kebenarannya. Contoh yang sangat sederhana ketika
seseorang mengaku bertemu dengan monster atau makhluk luar angkasa akan sangat
sulis sekali untuk dipercaya sebagai suatu fakta. Sebaliknya apabila ada
informasi seperti ini "Terjadi pembunuhan di kebun teh kemarin malam"
informasi ini tentu bisa lebih diterima. Oleh karena itu ada baiknya jika ingin
menyampaikan suatu fakta disertai oleh contoh nyata pengalaman yang dialami
masyarakat umum.
3. Cara
menilai otoritas
Metode ini digunakan
untuk menguasai ilmu pengetahuan jika metode pengalaman tidak dapat digunakan
secara efektif. Cara lain dengan bertanya atau menggunakan pengalaman orang
lain. Seorang mahasiswa tidak perlu pergi ke bulan untuk mengetahuitentang
keadaan dan situasi bulan. Mereka dapat bertanya pada dosennya atau orang
yangmempunyai pengalaman dalam bidangnya.
·
WUJUD EVIDENSI
Evidensi
adalah semua fakta yang ada, yang di hubung-hubungkan untuk membuktikan adanya
sesuatu. Evidensi merupakan hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang
digunakan untuk memahami suatu fenomena. Evidensi sering juga disebut
bukti empiris. Akan tetapi pengertian evidensi ini sulit untuk
ditentukan secara pasti, meskipun petunjuk kepadanya tidak dapat dihindarkan.
Data dan informasi yang di gunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh
karena itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga
bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap di gunakan sebagai evidensi.
B. PENALARAN
INDUKTIF
Secara formal
dapat dikatakan bahwa induksi adalah proses penalran untuk sampai
pada suatu
keputusan, prinsip, atau sikap yang bersifat umum dan khusus, beradasarkan
pengamatan atas
hal-hal yang khusus.
Proses induksi
dapat dibedakan :
1.
Generalisasi,
ialah proses
penalaran berdasarkan pengamatan atas jumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu
untuk menarik kesimpulan mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa.
2.
Analogi,
adalah suatu
proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus
berdasarkan kebenaran gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial
yang bersamaan.
3.
Hubungan
sebab akibat,
Penalaran dari
sebab ke akibat mulai dari pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
Berdasarkan itu, kita menarik kesimpulan mengenai akibat yang mungkin
ditimbulkan.
C. PENALARAN
DEDUKTIF
Penalaran
deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, atau teori yang berlaku umum tentang suatu hal atau gejala. Berdasarkan prinsip umum
itu, ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang
khusus, yang merupakan bagiuan dari hal atau gejala itu. jadi, penalaran
deduktif bergerak dari hal atau gejala yang umum
menuju pada gejala yang khusus.
BENTUK PERNALARAN DEDUKTIF
Menurut bentuknya, pernalaran deduktif dibagi
menjadi dua yaitu:
Silogisme, dan Entimen.
1. Silogisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme
adalah bentuk, cara berpikir atau menarik simpulan yang terdiri atas premis
umum, premis khusus, dan simpulan. Silogisme merupakan suatu cara pernalaran
yang formal. Namun, bentuk pernalaran ini jarang dilakukan dalam komunikasi
sehari-hari. Yang sering dijumpai hanyalah pemakaian polanya, meskipun secara
tidak sadar.
Contoh pola silogisme yang standar:
(A) Premis
mayor = Semua manusia akan mati.
(B) Premis
minor = Si A adalah manusia.
(C) Simpulan
= Si A akan mati.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan:
Jika A=B dan B=C maka A=C
2. Entimen
Praktek nyata berbahasa dengan pola silogisme memang jarang dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari, baik tulisan maupun lisan. Namun entimen (yang pada
dasarnya adalah pola silogisme) sering dijumpai pemakaiannya. Di dalam entimen
salah satu premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama
diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi 2 bagian:
Menipu
adalah dosa. >> Kesimpulan
Karena
(menipu) merugikan orang lain. >> Premis Minor, karena bersifat khusus.
Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk
melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum,
jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan
menemukan premis mayornya: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu
simpulannya. Kata-kata yang menandakan simpulan ialah kata-kata seperti: jadi,
maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan
apa premis yang dihilangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar